Ketegangan Cina-Taiwan, Ini Dampaknya Bagi Ekonomi dan Utang Indonesia

233
Setianto
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto.(Sumber: Bisnis Indonesia)

Jakarta, SirOnline.id – Ketegangan geopolitik di antara Cina dengan Taiwan, usai kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi, ternyata berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian di Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) menilai, Indonesia perlu mewaspadai kondisi ketenagan Cina-Taiwan, karena hal itu dapat mempengaruhi arus perdagangan dengan Indonesia.

Berdasarkan catatan BPS, Cina maupun Taiwan merupakan negara mitra perdagangan yang memegang peranan penting dalam ekspor-impor Indonesia.

“Tiongkok dan Taiwan juga penting dalam perdagangan internasional Indonesia,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto saat menggelar konferensi pers di Jakarta, dilansir dari Warta Ekonomi, Selasa (16/8).

Setianto menuturkan, Cina merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia, dengan kontribusi terhadap ekspor maupun impor di atas 20 persen dari total ekspor-impor.

Taiwan sendiri, diketahui merupakan eksportir integrated circuits terbesar pertama di dunia, dan eksportir office machine parts terbesar keempat di dunia.

Beberapa pejabat negara di dunia mulai mewaspadai dampak ekonomi dari meningkatnya ketegangan Cina dan Taiwan.

Kendati demikian, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, justru memiliki pandangan berbeda.

Menurutnya, konflik di antara dua negara tujuan ekspor Indonesia tersebut, tidak akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia di Indonesia.

Zulkifli mengatakan bahwa, jalur perdagangan Indonesia ke Cina maupun Taiwan masih berjalan lancar hingga kini.

Oleh karena itu, Zulkifli belum menggodok langkah strategis untuk mengamankan jalur perdagangan dengan kedua negara yang tengah memanas tersebut.

“Sementara jalur perdagangan dengan Cina dan Taiwan enggak ada soal, enggak ada masalah, enggak ada yang terganggu,” kata Zulkifli di Gedung Sarinah, dilansir dari Warta Ekonomi.

Terkait dengan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) pada akhir kuartal kedua sebesar USD 403 miliar, turun USD 9,6 miliar atau Rp 142,8 triliun dibandingkan kuartal sebelumnya (dalam kurs 30 Juni 14.882/USD).

Penurunan terutama berasal dari Cina, Singapura, dan Jepang, serta utang organisasi internasional. Termasuk utang dari Amerika Serikat yang ikut naik.

Utang dari Cina, Singapura dan Jepang masing-masing kompak berkurang USD 1,4 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya.

Penurunan juga yang berasal dari kreditur organisasi internasional USD 1,5 miliar dan pinjaman dari kreditur lainnya USD 5,1 miliar. Adapun, utang dari Amerika Serikat naik USD 2,9 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya.

Baca: Cina Hentikan Latihan Militer, Taiwan Diam-diam Susun Strategi

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN sektor publik yakni pemerintah dan bank sentral, serta penurunan pada ULN sektor swasta,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

ULN Indonesia terdiri atas utang yang dipegang pemerintah, Bank Indonesia, dan swasta. Ketiganya kompak turun pada akhir kuartal kedua dibandingkan kuartal sebelumnya.

Penurunan ULN Pemerintah sampai sendiri, sampai akhir Juni ini berlanjut menjadi sebesar USD 187,3 miliar dari periode akhir kuartal pertama sebesar USD 196,2 miliar. (irv)