Kalya Mahiya Menari dalam Pementasan Pesona Rampak Tari Merak Sunda di TMII

152
Kalya Mahiya Pravina (kostum berwarna gold) saat menari Tari Merak bersama Gema Citra Nusantara di Museum Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur pada Sabtu, 10 Juni 2023

Jakarta, SirOnline.id – Tarian adalah bahasa jiwa yang tersembunyi- Martha Graham. 

Musik gamelan ditabuh. Lebih dari 100 penari menari Tari Merak karya maestro Irawati Durban di Museum Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur pada Sabtu, 10 Juni 2023. Mereka berkostum cerah seperti warna bulu burung merak dengan mahkota berbentuk burung. Sayap kain juga menempel pada punggung atas para penari. Dengan gerakan luwes, mereka berlenggak lenggok, kepala mereka seperti ditolehkan ke kiri dan ke kanan, tangan dan tubuh mereka pun gemulai mengikuti iringan gamelan. Tarian mereka menghipnotis para pengunjung yang memadati area Museum Indonesia sore itu.

Para penari ini tampil dalam acara Pesona Rampak Tari Merak Sunda yang merupakan kerjasama sanggar Gema Citra Nusantara (GCN) dengan Taman Mini Indonesia Indah.

Para penari datang dari berbagai sanggar maupun komunitas yang ada di Jakarta. Sebut saja Gema Citra Nusantara, Aria Binangkit, Komunitas Perempuan Menari, Universitas Negeri Jakarta, Institut Kesenian Jakarta, Mojang Bandung, Sekolah Al-Izhar Pondok Labu, dan Sekolah Islam Al-Ikhlas.

Dalam perbincangan dengan Ketua Umum Gema Citra Nusantara, Mira Marina Arismunandar menjelaskan bahwa acara Pesona Rampak Tari Merak Sunda merupakan dedikasi untuk guru sekaligus maestro tari, Irawati Durban. “Harapan Ibu Irawati Durban agar Tari Merak ini dapat anugerah Warisan Tak Benda dunia dari UNESCO. Saat ini Tari Merak ini sudah mendapat predikat Warisan Tak Benda nasional,” terang Ibu Mira.

Harapan Ibu Mira dengan digelarnya kegiatan ini agar Tari Merak semakin dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia. “Supaya Tari Merak bisa dicintai, dan membuat kita bangga sebagai orang Indonesia,” ucapnya.

Acara Pesona Rampak Tari Merak Sunda yang didedikasikan untuk maestro tari, Irawati Durban yang telah berkiprah selama 58 tahun. Irawati Durban yang ditemui pasca gelaran ini sangat terharu. “Luar biasa dari lubuk hati yang paling dalam. Saya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga,” ucap wanita yang telah berusia 80 tahun ini.

Diakui Irawati tidak mudah untuk memopulerkan Tari Merak. “Kalau mau buat acara, masih sulit mendapatkan sponsor, baik dari pemerintah maupun swasta. Kecuali bagi mereka yang ingin memperkenalkan tarian Sunda. Apalagi sampai saat ini Tari Merak belum diakui oleh UNESCO. Karena itu kita ramaikan untuk mendapat perhatian dari UNESCO,” tuturnya.

Irawati berharap ke depannya, Tari Merak bisa dijadikan sebagai annual event. Dengan adanya pementasan rutin Tari Merak dengan berbagai tema. Ini menunjukan kecintaan pada budaya. Menghidupkan dan menanamkan kecintaan budaya pada generasi muda.

“Sekarang pertunjukan sedang surut, karena mereka tidak pernah menonton pertunjukan Sunda. Bagaimana bisa mencintai kalau tidak pernah ada kesempatan untuk nonton. Tidak kenal maka tidak sayang. Jadi harus ada upaya dari pemerintah untuk menggelar pertunjukan untuk generasi muda,” harap Irawati.

Salah satu penari dalam acara Pesona Rampak Tari Merak Sunda adalah Kalya Mahiya Pravina. Kalya merupakan anggota dari Sanggar Gema Citra Nusantara. Kalya telah terjun ke dunia tari tradisional sejak usia 9 tahun. Hingga saat ini, ada 13 tarian yang dikuasai Kalya. Sebut saja Tari Yospan dari Papua, Tari Enggang dari Kalimantan Timur, Tari Kembang Kipas, Tari Lenggang Nyai, Tari Topeng, Tari Kite Satu, Tari Dewangga dari Betawi, lalu Tari Piring dari Sumatera Barat, Tari Marpangir dari Sumatera Utara, Tari Tifa dari Nusa Tenggara Timur, Tari Giring Giring dari Kalimantan Tengah, Tari Ratoh Jaroe dari Aceh, hingga Tari Lancang Kuning dari Riau.

Siswa kelas 8 dari SMP Al-Izhar Pondok Labu ini berkesempatan bersama 50 teman-teman dan kakak-kakak pelatih dari Sanggar Gema Citra Nusantara untuk membawakan Tari Merak karya maestro Irawati Durban.

Secara khusus dalam pementasan tersebut, Kalya tergabung dalam tim Dewi Srikandi 1 yang beranggotan 21 penari. Istimewanya Kalya merupakan penari termuda dalam tim tersebut.

Dalam pementasan tersebut, ada 2 versi tari merak yang dibawakan yakni tari merak versi utuh dan tari merak sadunia. Dikatakan Kalya, ia membutuhkan waktu 3 pekan untuk berlatih, hingga bisa tampil siap di acara ini. “Kalau dari sanggar, kami berlatih 1 minggu sekali, selama 3 jam. Setelah itu, aku berlatih juga di rumah, supaya bisa mengingat gerakan dengan baik, jadi saat tampil bisa sesuai harapan,” ujar remaja putri berusia 13 tahun ini.

Meski telah mengikuti berbagai pementasan, Kalya mengaku masih juga merasakan gugup. Lalu bagaimana mengatasinya? “Dijalani saja prosesnya dan berusaha untuk tenang. Biasanya seiring waktu, rasa gugup juga menghilang,” kata Kalya tersenyum.

Kalya bersyukur dilibatkan dalam acara ini. “Bisa menari bersama maestro adalah suatu kebanggaan bagiku,” pungkasnya.

Pengalaman yang tak jauh berbeda diutarakan oleh Muhamad Yusuf. Yusuf yang telah bergabung dengan Sanggar Gema Citra Nusantara sejak tahun 2012. Yusuf pun menguasai beberapa tarian. Sebut saja Tari Saman, Tari Piring hingga Tari Yospan dari Papua. “Kalau belajar tarian, sampai kuasai bisa 1 bulan. 1 kali latihan 3 jam, 1 minggu 1 kali,” kata Yusuf. Ia pun bersyukur terpilih menjadi mascot dalam acara Pesona Rampak Tari Merak Sunda.

Anak-anak muda Indonesia yang memutuskan mendalami tari tradisional merupakan suatu pilihan yang wajib diapresiasi. Ditengah geliat perkembangan zaman, Kalya dan Yusuf menjadi contoh remaja Indonesia yang terus menggaungkan kecintaan pada seni dan budaya Indonesia. (des)