JNE: Beras Bukan Ditimbun, Tapi Dikubur Karena Rusak

12
beras JNE
Pihak JNE bersama kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea memberikan klarifikasi di Pluit, Jakarta Utara. (SirOnline/Umamah)

Jakarta, SirOnline.id – Perusahaan jasa ekspedisi PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) yang diwakili oleh pengacaranya, Hotman Paris Hutapea menyampaikan hak jawab atas kasus ditemukanannya beras bantuaan sosial Presiden RI (banpers) di sebuah lahan di Depok.

Mereka menegaskan bahwa beras tersebut bukan ditimbun, melainkan dikubur lantaran kondisinya rusak.

“JNE tidak pernah timbun beras bantuan presiden. JNE membuang dengan cara mengubur beras yang rusak,” ujar Hotman Paris dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis (4/8).

Hotman memaparkan, dari total beras sebanyak 6.199 ton yang semula akan dibagikan untuk 11 kecamatan di Depok, 3,4 ton diantaranya rusak lantaran alasan teknis di lapangan seperti kehujanan, atau tergesek sesuatu yang membuatnya rusak.

Kerusakan itu, lanjut Hotman, diganti oleh pihak JNE dengan cara memesan beras baru kepada PT SSI (Storesend Elogistic Indonesia) selaku rekanan pemerintah untuk menyalurkan bansos, kemudian dibagikan kepada rakyat.

“Ya namanya di lapangan, beras segitu banyak pasti ada aja kerusakan ketika mendistribusikan. Tertumpuk, kehujanan yang menyebabkan ada kerusakan. Tapi kecil, hanya 3,4 ton dari 6.199 ton. Kisaran 0,05 persen atau setara dengan Rp37 juta dari total yang harus dibagikan,” jelas Hotman.

“Kemudian, yang rusak itu kami ganti. Membeli dengan cara potong honor, dan kami bagikan sesuai aturan ke rakyat,” sambungnya.

Ia menyebut, karena sudah diganti, artinya beras yang rusak pada Mei 2020 tersebut telah menjadi milik JNE. Beras rusak itu sempat disimpan lama di gudang selama 1,5 tahun. Namun karena terlalu lama dan kondisinya semakin rusak, lanjut Hotman, akhirnya muncul inisiatif untuk menguburnya pada November 2021.

“Akhirnya ada ide, ya sudah dikubur saja. Kebetulan ada lahan yang penjaganya setuju,” ucapnya.

Menurut Hotman, keputusan untuk menguburkan beras lantaran demi menjaga sensitivitas, mencegah beras disalahgunakan serta menimbulkan masalah karena kondisinya yang telah rusak.

“Apalagi itu karung itu kan ada logonya banpres, kalau kita buang sembarang tempat nanti sama orang diambil lalu dibuang, nanti kita yang dituduh membuangnya. Atau nanti ternyata ada yang menjualnya lagi, kita juga yang dituduh,” ujarnya.

Baca: Polisi Terus Selidiki Kasus Penimbunan Bansos Presiden di Depok

Ia menyebut penguburan tersebut dilakukan di tanah kosong sedalam tiga meter dan telah meminta izin kepada penjaga lahan.

“Jadi kita memang minta izin ke pihak yang menjaga. Hanya untuk menguburkan tidak membeli atau menguasai, jadi ya kita tidak mengecek kepemilikan lagi karena kita tidak membeli,” kata Hotman. (un)