Rakyat Sangihe Ingin Bergabung dengan Filipina, Ini Alasannya

13
sangihe
(SirOnline/Albrianso Wayapen)

Jakarta, SirOnline.id – Terletak di cincin api pasifik, membuat tanah di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara kaya akan mineral dan sumber daya alam. Maka melihat potensi itu PT Tambang Mas Sahinge (TMS) pun datang untuk berinvestasi disana. Oligarki berkedok investor itu, berniat ingin mengeruk kekayaan alam di pulau Sangihe tersebut.

Dalam diskusi publik sekaligus pemutaran film ‘Sangihe Melawan’ Watchdoc yang berkolaborasi dengan Green Peace Indonesia, menghadirkan beberapa tokoh Sangihe, seperti Laksdya TNI (Purn) Sulaeman Ponto dan Jull Takaliuang, inisiator ‘Save Sangihe Island’.

Dalam kesempatan itu Jull Takaliuang menuturkan, Sangihe punya perbukitan yang dipenuhi oleh perkebunan warga. Di pesisir terdapat ribuan hektar mangrove yang indah.

Tak hanya itu, bawah laut Sangihe juga tersimpan kekayaan alam terumbu karang yang indah dengan ekosistem yang lengkap.

Jull mengaku tak habis pikir, kenapa pemerintah memberikan izin PT TMS untuk merusak pulau Sangihe.

“Sangihe sudah dilanggar HAM-nya, hak atas informasi, hak atas lingkungan hidup yang layak, hak atas tempat tinggal, dan hak atas ekonomi, sosial dan budaya,” ujar Jull, Senin (11/7).

Hal itu menurut dia merupakan praktek kesewenang-wenangan negara bagi penduduk Sangihe, bahkan, Sangihe kini terancam dari segala penjuru.

“Ancaman untuk Sangihe di bawah laut berasal dari gempa, sedangkan dari atas, ancaman itu hadir dari negara,” kata dia.

Jull melanjutkan rakyat Sangihe saat ini selalu rajin dan taat membayar pajak pada negara. Namun kenapa tanahnya akan dirusak oleh tambang.

“Jarak kami menuju Jakarta itu memakan waktu lima hari, sedangkan jarak kami ke Filipina hanya butuh empat jam. Produk berkualitas baik dari Indonesia hampir tak bisa kami rasakan. Sebaliknya, produk dengan kualitas terbaik dari Filipina bisa kami nikmati,” imbuhnya.

Diceritakan Jull, perjuangan rakyat Sangihe tidaklah mudah, “Dalam konteks advokasi ini bukan hal mudah, masyarakat pilihannya hanya berjuang sendiri dan itu mendorong terjadinya konflik horizontal,” kata Jull.

Ia menegaskan apapun yang dilakukan di pulau kecil seperti Sangihe, harus ada izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Mereka (KKP) yang berwenang untuk itu. Persoalannya, Sangihe ini kan luasnya hanya 736 kilometer persegi, batas dari pulau kecil itu 2.000 kilometer ke bawah, Sangihe itu kan gak sampai setengah, artinya Sangihe itu pulau kecil sekali dan tidak boleh dipaksakan untuk ditambang,” ungkap Jull.

Bahkan, di tengah proses persidangan atas gugatan PT TMS yang masih berlangsung, satu persatu alat berat yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur pertambangan milik PT TMS masuk ke pulau Sangihe.

“Kalau kita tinggal diam berarti kita menerima nasib, kita punya hak untuk hidup damai, untuk hidup tenang, rasa-rasanya memang kami dianggap bodoh,” kata Jull lagi.

Ia lantas menuturkan, kerajaan Sangihe secara sukarela menyatakan diri bergabung dengan Indonesia, ia tak habis pikir pemerintah Indonesia akan sekejam ini pada rakyat Sangihe.

“Kami bergabung dengan sukarela, pemerintah pusat juga menikmati pajak kami, hasil bumi kami, dan komoditas ekspor tuna juga 60 persen dari Sangihe, rasanya pantas kalau masyarakat lebih memilih bergabung dengan Filipina,” ujar Jull.

Sangihe memiliki luas wilayah 736,98 kilometer persegi dan memiliki penduduk sebanyak 139.262 jiwa pada tahun 2020. Pulau ini termasuk pulau kecil yang tidak boleh dieksploitasi.

Sulaeman Ponto mengatakan, PT TMS mendapatkan izin operasi pada Januari 2021, tepat setelah disahkannya UU Minerba Nomor 3 Tahun 2022.

“Keluarnya izin operasi PT TMS juga berlangsung sekitar tiga bulan, setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja,” ujar Ponto.

Pemerintah melalui Kementrian ESDM memberikan izin mengeluarkan Kontrak karya kepada PT TMS seluas 42 Hekatare, artinya 54 persen luas pulau Sangihe akan ditambang,” kata dia.

Baca: Penduduk Sangihe Terancam Terusir dari Kampung Halamannya

Kontrak karya itu keluar dengan Kepmen ESDM Nomor 163.K/MB.04/DBJ/2021 persetujuan peningkatan tahap kegiatan operasi produksi kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe.

“Izin itu diberikan selama 33 tahun, atau sampai tahun 2052. Dari izin itu, wilayah Bowone diproyeksikan menjadi pabrik pengolahan mineral, wilayah itu menjadi tempat tinggal skaligus sumber penghidupan bagi warga,” ungkap Ponto.

Lebih keji lagi, untuk memuluskan rencana tersebut, Ponto mengatakan, PT TMS berencana membeli tanah warga seharga Rp 10 ribu per meter. (irv)