Abenomics, Kebijakan Ekonomi Mendiang PM Shinzo Abe yang Membuat Jepang Bangkit

7
eks PM Shinzo Abe
Mantan PM Jepang Shinzo Abe. (Sumber: Detik)

Jakarta, SirOnline.id – Mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe yang telah meninggal dunia pada usia 67 tahun, dikenal juga dengan kebijakan ekonominya yang membangkitkan Jepang.

Abe meninggal setelah mendapatkan perawatan intensif akibat ditembak saat berpidato di Nara, Jepang, Jumat (8/7).

Abe merupakan PM terlama di Jepang. Dia menjabat selama empat periode. Abe juga menjadi PM termuda di Jepang pada 2006 lalu, namun, ia sempat mengundurkan diri pada 2007 karena masalah kesehatan yang buruk.

Pada 2012, dia kembali mencalonkan diri dan terpilih sebagai PM Jepang lalu menjabat hingga tahun 2014. Kemudian Abe menjadi PM untuk ketiga kali pada periode 2014-2017.

Dia melanjutkan kepemimpianannya untuk periode berikutnya, namun pada Sepetember 2020, Abe kembali mengundurkan diri karena masalah kesehatan.

Selama menjabat, Abe berusaha membangkitkan ekonomi dari deflasi kronis. Ia lalu mengeluarkan kebijakan ekonomi yang kemudian dikenal sebagai Abenomics.

Kebijakan ini memiliki tiga cabang atau panah yang ditujukan untuk mengatasi deflasi saat itu. Dengan Abenomics, Jepang pun bangkit dan ekonominya bertumbuh.

Panah Abenomics tersebut, yakni kebijakan moneter yang longgar, stimulus fiskal, dan reformasi struktural untuk mengatasi populasi yang cepat menua dan menyusut.

Melalui dua panah pertama, Abe berhasil membuat suku bunga yang sangat rendah dan pelonggaran kuantitatif dengan belanja puluhan miliar dolar AS untuk infrastuktur baru dan pemberian uang tunai.

Sementara dengan reformasi ekonomi, Abenomics bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memangkas birokrasi, dan pajak perusahaan serta, memperluas angkatan kerja dengan mendorong partisipasi lebih banyak perempuan, manula, dan imigran.

“Kita harus melihat ke masa depan, daripada mengkhawatirkan masa kini. Jepang mungkin menua. Jepang mungkin kehilangan populasinya, tapi ini adalah insentif bagi kami,” kata Abe dalam pidato pada 2016 yang menjelaskan visi ekonominya, dikutip dariĀ Aljazeera, via iNews, Sabtu (9/7).

Secara umum, Abe berhasil dalam membalikkan ekonomi Jepang, hingga menduduki peringkat terbesar ketiga di dunia waktu itu. Selama masa jabatannya, pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat dari kelesuan pada 1990-an dan 2000-an, ekspor juga meningkat, dan pengangguran turun ke level terendah dalam beberapa dekade.

Pada 2015 hingga 2017, Jepang mencatat pertumbuhan positif dalam delapan kuartal berturut-turut. Hal ini merupakan rekor terpanjang dalam hampir 30 tahun.

Namun target ambisius Abe untuk meningkatkan PDB dengan nominal menjadi 600 triliun yen pada 2020 juga tidak pernah terwujud dan belum terpenuhi hingga hari ini.

Selain itu, inflasi dan pertumbuhan upah di bawah ekspektasi, sehingga menghambat pencapaian target ekonomi.

“Dalam hal ini, perbaikan ekonomi riil terbatas. Namun, saya pikir itu setengah sukses karena melindungi ekonomi Jepang dari penurunan tajam,” ujar ekonom senior untuk Korea Selatan dan Jepang Min Joo Kang, masih dikutip dari iNews.

Di saat penerus langsung dan sekutu Abe, mantan PM Yoshihide Suga juga berjanji untuk melanjutkan Abenomics, namun Perdana Menteri saat ini Fumio Kishida justru berusaha menjauhkan diri dari strategi tersebut.

PM Fumio malah menggembar-gemborkan sebuah kapitalisme baru, yang lebih menyesuaikan diri dengan kesenjangan antara kaya dan miskin.

Baca: Sempat Dirawat, Mantan PM Jepang Shinzo Abe Meninggal

Bulan lalu, Abe sempat menyebut makalah kebijakan ekonomi yang disusun oleh para politisi di Partai Demokrat Liberal itu idiot.

Sementara itu, analis pasar senior untuk Asia Pasifik di OANDA Jeffrey Halley mengatakan, Abenomics telah memberikan hasil yang beragam.

“Kurangnya kemajuan bukan karena Abe salah secara strategis, melainkan kegagalannya untuk mengatasi kepentingan domestik yang mengakar, dan kelambanan pemerintah untuk sepenuhnya merangkul dan mengeksekusi semua panah,” pungkasnya. (Irv)