Wacananya Sempat Muncul, Kapan Redenominasi Rupiah Akan Mulai Digarap?

232
Ilustrasi Uang
Desain mata uang Rupiah 2022. (SirOnline/Muhammad Hidayat)

Jakarta, SirOline.id – Rencana pemerintah mengganti Rp 1.000 jadi Rp 1 sudah lama berhembus dan sudah menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU). Sayangnya, redenominasi Rupiah hingga kini belum ada tindak lanjut.

Namun, belakangan wacana tersebut menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Ihwal perencanaan penyederhanaan nominal mata uang tersebut.

Diketahui, RUU Redenominasi Rupiah telah dimasukkan dalam jangka menengah oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Kala itu, Sri Mulyani menjelaskan, setidaknya ada dua alasan mengapa penyederhanaan nilai mata uang harus dilakukan di Indonesia.

Pertama, untuk menimbulkan efisiensi berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya resiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit rupiah.

Kedua, untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya atau berkurangnya jumlah digit rupiah.

Kendati demikian, Sri Mulyani juga menegaskan, pemerintah bersama otoritas terkait akan fokus terlebih dahulu dalam menangani pandemi.

“Jadi sekarang kita Covid-19 dulu lah. Itu kan (redenominasi) jangka menengah,” ujar Sri, dilansir dari CNBC Indonesia, pada Senin (29/8).

Untuk diketahui, redenominasi adalah penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah. Dalam kajian Bank Indonesia dijelaskan, redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.

Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat.

Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, di mana yang dipotong hanya nilai uangnya.

Wacana redenominasi sudah bergulir cukup lama. RUU Redenominasi Rupiah sebenarnya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Namun, hingga saat ini, tidak ada progresnya.

Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja dalam uang pecahan tersebut.

Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang).

Selanjutnya, hal itu akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

BI memandang bahwa, keberhasilan redenominasi sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini sedang dikaji, sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa negara yang berhasil melakukannya.

Redenominasi tersebut biasanya dilakukan di saat ekspektasi inflasi berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil, stabilitas perekonomian terjaga dan ada jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.

Sayangnya situasi perekonomian saat ini belum sepenuhnya stabil. Setelah dihantam pandemi, beragam permasalahan baru kini muncul mengancam perekonomian dalam negeri.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan, rencana redenominasi tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.

Menyederhanakan pecahan dengan menghilangkan sejumlah angka seperti Rp 1.000 menjadi Rp 1 harus dilakukan dalam situasi normal.

“Pesannya, kondisinya harus normal karena negara lain melakukannya dalam kondisi normal,” ungkap Perry dalam keterangan resmi BI.

Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga, Sri Mulyani: Waspada Krisis Ekonomi

Perry yang juga sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menambahkan, dengan situasi normal maka redenominasi bisa terhindar dari kepanikan masyarakat.

“Jangan dilakukan pada saat krisis atau panas badan, kalau lagi kuat dan tenang baru dilakukan,” pungkasnya. (irv)