Ombudsman Duga Ada Maladministrasi Badan Karantina di Kasus PMK

14
Ombudsman
Konferensi Pers Ombudsman, dugaan Maladministrasi di penanganan kasus PMK. (Sumber: Ombudsman)

Jakarta, SirOnline.id – Lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik Ombudsman RI menduga ada maladministrasi terhadap penanganan kasus wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

“Ombudsman berpandangan terdapat dugaan sangat kuat mengenai maladministrasi yang dilakukan Badan Karantina, Kementerian Pertanian (Kementan) dalam bentuk kelalaian dan pengabaian kewajiban dalam melakukan tindakan pencegahan setelah mengetahui adanya dugaan kuat telah terjadi infeksi PMK di beberapa daerah di Indonesia,” ujar Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Ruang Antonius Sujata, Kamis, (14/7).

Ia menjelaskan, dugaaan ini diawali dengan lemahnya fungsi pengawasan Badan Karantina Kementan, terlihat dari munculnya beberapa kasus wabah penyakit ternak di Indonesia sejak akhir tahun 2019 sampai dengan Bulan Mei 2022.

“Indonesia telah dimasuki 3 jenis penyakit eksotik dan menyebar di dalam negeri yaitu wabah demam babi Afrika (African Swine Fever – ASF), wabah Penyakit Kulit Berbenjol (Lumphy Skin Disease – LSD) dan wabah PMK di Provinsi Jatim dan Provinsi Aceh,” kata Yeka.

Masuknya penyakit ini lanjut Yeka, begitu cepat dan mobilitas, harusnya sudah diantisipasi Badan Karantina Kementan melalui unit kerjanya yaitu Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang sudah menjaga perbatasannya masing-masing yaitu di setiap provinsi serta pelabuhan dan bandara di Indonesia. Tugas pokoknya pencegahan menyebarnya penyakit di dalam negeri terutama antar pulau.

“Padahal anggaran setiap tahun Badan karantina Kementan kurang lebih Rp1 triliun. Alih-alih membendung dan memperkuat, pemerintah daerah justru banyak menghapus dinas peternakan dan tidak memiliki pejabat otoriter veteriner,” jelas Yeka.

Selain lemahnya pengawasan, Ombudsman juga menemukan lambatnya penanganan sehingga memunculkan penularan ke hewan lain. Padahal bukti wabah PMK ini sudah diumumkan resmi sejak 6 Mei 2022 namun bukti resmi penyebaran ke kambing (domba) baru diumumkan pada 10 Juni 2022.

“Ombudsman menilai, rentang waktu dari 6 Mei 2022 (laporan investigasi dugaan kasus PMK) ke 10 Juni 2022 (laporan analisa bioinformatika virus PMK), adalah rentang yang
sangat lama. Terdapat dugaan kelalaian yang dilakukan oleh otoritas veteriner, mengingat laporan bioinformatika virus PMK semestinya dapat diberikan selambat lambatnya pada tanggal 16 Mei 2022,” kata Yeka.

Baca: PBNU: Ternak Terjangkit PMK Tidak Sah Jadi Hewan Kurban

Menanggapi ini diperkirakan potensi kerugian yang dialami oleh peternak sapi tidak kurang dari Rp788,81 miliar. Ombudsman berpandangan bahwa mitigasi dan penanganan kedepan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus
meningkat setiap harinya.

“Ombudsman pun berencana untuk meningkatkan status pengawasan pelayanan publik terkait kasus ini , namun tetap memberikan apresiasi terhadap Kementan dan
Jajaran Satgas PMK yang sudah berupaya dengan keras dalam penangulangan dan
pengendalian PMK dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ini,” tutup Yeka. (rr)