Badai PHK Terjang 6 Perusahaan di RI, Ini Fakta-faktanya

18
aksi buruh
Aksi Federasi Serikat Buruh Nusantara (FEBN) di depan parlemen. (IO/Brian Wayapen)

Jakarta, SirOnline.id – Dalam dua bulan berturut-turut enam perusahaan di Indonesia dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan tersebut bergerak di bidang start up hingga perusahaan telekomunikasi.

Dilansir dari Detik, Selasa, (25/10) tercatat pada bulan September 2022 lalu, ada tiga perusahaan yang melakukan PHK. Perusahaan yang pertama melakukan adalah Shopee Indonesia yang mengatakan hal ini dilakukan untuk efisiensi perusahaan.

Meski begitu, Shopee berkomitmen untuk memberikan dukungan bagi karyawan yang terdampak dari kebijakan ini. Pesangon akan diberikan sesuai aturan perundang-undangan plus 1 bulan gaji.

Kemudian, selang beberapa hari Tokocrypto melakukan PHK sebanyak 45 orang dari total karyawan 227 orang. Hal ini diungkapkan oleh VP Corporate Communications Tokocrypto, Rieka Handayani.

Berlanjut di bulan yang sama, Indosat Ooredoo Hutchinson (IOH) melakukan PHK karyawan di hari Jumat 23 September. Tidak dijelaskan berapa banyak karyawan yang di-PHK, namun yang jelas Indosat mengklaim hampir semua karyawan yang di-PHK menerima paket pesangon yang ditawarkan perusahaan.

Paket kompensasi yang ditawarkan kepada karyawan adalah rata-rata 37 kali upah, bahkan yang tertinggi mencapai 75 kali upah, dan secara signifikan lebih tinggi di atas persyaratan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Bulan Oktober ini juga tiga perusahaan yang tercatat detikcom melakukan PHK. Pertama adalah Startup edutech Binar Academy mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 20% karyawan. Keputusan ini diambil perusahaan untuk bersiap menghadapi ketidakpastian ekonomi global ke depan.

Lalu, melalui akun Instagram resmi @bananasindonesia, manajemen Bananas menyampaikan dengan berat hati bahwa Bananas akan berhenti beroperasi karena unit ekonomi bisnisnya yang dinilai tidak berjalan dengan baik. Dengan begitu, otomatis akan terjadi PHK karyawan.

Terbaru, Grab akan menutup layanan GrabKitchen di Indonesia terhitung 19 Desember 2022. Dengan begitu, otomatis terjadi PHK karyawan.

Bagi karyawan GrabKitchen yang pada akhirnya berpisah dengan Grab sesuai ketentuan perusahaan, selain kompensasi dan pemenuhan kewajiban sesuai regulasi, diberikan dukungan-dukungan tambahan.

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad kepada detik memprediksi akan semakin banyak perusahaan yang akan melakukan PHK, mulai dari sektor fesyen hingga pariwisata. Hal itu tidak dapat dihindari, apa lagi keadaan ekonomi dunia dan dalam negeri diprediksi akan menurun.

“Saya kira iya (berlanjut) karena ekonomi tahun depan kita kan juga diprediksi lebih rendah dari sekarang untuk beberapa sektor ya turun. Pertama misalnya yang biasanya kena duluan itu industri pakaian, industri tekstil, sandang itu akan kena duluan. Kemudian pariwisata nggak bangkit-bangkit memang masih begini saja,” kata Tauhid.

Sementara sektor lain juga diprediksi akan mengalami penurunan pada bisnisnya, walaupun kemungkinan PHK kecil. “Misalnya otomotif juga akan menurun, tetapi otomotif ini PHK sih nggak ya, bisnisnya saja. Kalau yang lain, sektor perusahaan yang target marketnya mungkin kelas menengah ke bawah,” lanjutnya.

Apa penyebab mereka melakukan PHK? Menurut Tauhid saat ini memang menjadi puncak ujian bagi salah satunya startup karena harus memilah bisnisnya untuk bertahan. Seperti yang dilakukan Grab Indonesia yang menutup salah satu bisnisnya yang tidak lagi menguntungkan.

Saat ini, kata Tauhid persaingan di dunia startup juga tidak mudah. Dengan market terbatas, tetapi banyak startup memiliki bisnis yang sama dan membuat beberapa kalah bersaing.

Baca: Kombes Pol Sigit Dany S : Santri Kekuatan Besar Bagi Bangsa

Penyebab lainnya perusahaan melakukan PHK adalah banyak startup yang memberikan kompensasi yang besar kepada karyawannya. Tetapi ternyata bisnisnya tidak tumbuh.

“Nah itu yang kemungkinan adalah penyebab mereka tidak lagi bisa bertahan, karena mereka memberikan support finansial yang berlebih, sementara bisnisnya nggak terbangun. Jadi kalah bersaing, tidak kuat lagi memberikan pendanaan dan mereka tidak bisa kuat lagi untuk membakar uang,” ungkapnya. (rr)