Silang Pendapat dari Kasus Polisi Tembak Polisi

49
Brigadir J dan Irjen Ferdy Sambo
Brigadir J dan Irjen Ferdy Sambo, silang pendapat para ahli terkait penembakan Brigadir J. (Sumber: CNN Indonesia)

Jakarta, SirOnline.id – Sejumlah tokoh ternama menyoroti kinerja kepolisian, dalam pengungkapan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Polisi mengumumkan Brigadir J tewas akibat adu tembak dengan Bharada E, di kediaman Kadiv Propram Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7).

Berikut ini tokoh yang blak-blakan menyampaikan pendapatnya, soal pengusutan insiden polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Polri (nonaktif) Irjen Ferdy Sambo:

1. Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menuturkan, beberapa aturan-aturan dasar kepolisian telah dilanggar dalam kasus tersebut.

Dikatakan Bambang, Perkap yang dilanggar terkait olah tempat kejadian perkara (TKP), pelaksanaan prarekonstruksi, dan penggunaan senjata api bagi personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal perwira tinggi.

“Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar,” kata Bambang saat dihubungi melalui pesan tertulis, dilansir dari Antara, Kamis, 28 Juli 2022.

Dia menjelaskan, olah TKP kematian Bridajir J, disebut melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.

Selain itu, soal tindakan pengambilan CCTV, menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual, dan tidak menghadirkan tersangka penembakan, kejanggalan-kejanggalan itu tidak diterima nalar publik.

Bambang mengatakan, kegiatan prarekonstruksi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya juga menimbulkan pertanyaan, siapa saksi dan tersangkanya.

Bambang juga menyoroti penggunaan senjata api oleh Bharada Richard Eliezer alias Bharada E selaku ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo.

Dalam peraturan dasar kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api (laras panjang), ditambah sangkur.

Bambang menjelaskan, pemberian rekomendasi penggunaan senjata api tentu disesuaikan dengan peran dan fungsi tugasnya.

Maka dari itu, peran Bharada E dipertanyakan sebagai apa, apakah sebagai petugas yang menjaga rumah dinas, sopir atau ajudan.

“Apabila tugasnya sebagai penjaga diperbolehkan membawa senjata api laras panjang ditambah sangkur atau sesuai ketentuan,” ungkap Bambang.

Berbeda jika personel tersebut bertugas sebagai sopir, akan dipertanyakan urgensi penggunaan senjata api melekat dengan jenis otomatis seperti Glock.

“Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan perwira tinggi sekarang diubah cukup minimal level tamtama, dan apakah ajudan perlu membawa senjata api otomatis seperti Glock dan sebagainya,” pungkasnya.

2. Menkopolhukam Mahfud MD
Menko Polhukam Mahfud MD juga menanggapi kasus pengusutan penembakan Brigadir J, hasil autopsi ulang jenazah Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dapat dibuka ke publik apabila diperlukan.

“Banyak pertanyaan ya, karena ada yang mengatakan hasil autopsi itu hanya boleh dibuka atas perintah hakim, menurut saya itu tidak benar, yang benar itu hasil autopsi harus dibuka kalau diminta oleh hakim, tetapi kalau tidak diminta, tidak dilarang untuk dibuka,” kata Mahfud kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (29/7).

Dia menegaskan bahwa, aturan hukum tidak melarang hasil autopsi disampaikan kepada publik. Dan juga, tidak ada aturan yang membatasi agar hasil autopsi hanya bisa dibuka dalam proses persidangan.

“Jadi, kalau di dalam hukum itu, ada keharusan, ada kebolehan, ada larangan, satu, hasil autopsi ini dibuka kalau pengadilan minta, boleh disiarkan ke publik apalagi ini menjadi perhatian umum,” kata Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Mahfud MD mengatakan, pembukaan hasil autopsi ulang tersebut, kini menjadi semakin penting karena publik maupun pihak keluarga meragukan hasil autopsi yang dilakukan terhadap jasad Brigadir J.

“Oleh sebab itu benar Kapolri, nanti kalau diminta hakim, hasil autopsi itu disampaikan, tetapi kalau tidak diminta, (juga) boleh. Kapolri sudah mengumumkan itu akan dibuka. Oleh sebab itu jangan dibalik-balik, lalu dibilang tidak boleh dibuka ke publik. Boleh,” tegasnya.

Mahfud menjelaskan bahwa, hasil autopsi bukan bagian dari rekam medis sehingga tidak menyalahi aturan Undang-Undang Kesehatan untuk dibuka hasilnya.

“Kalau alasannya menurut UU Kesehatan itu rahasia, itu bukan kesehatan, itu autopsi, bukti pengadilan, kan yang tidak boleh itu misalnya kalau orang sakit menular jangan disiarkan, sakit ini jangan disiarkan atas permintaan yang bersangkutan. Ini kan bukan orang sakit. Jadi boleh itu dibuka ke publik,” tegas Mahfud MD.

Mahfud MD juga mengatakan, sudah hal biasa bahwa, hasil autopsi dan barang bukti disampaikan kepada wartawan.

“Kenapa Anda bilang enggak boleh dibuka ke publik? Wong, kalau ada kejahatan celurit diletakkan di meja, baju diletakkan di meja, itu darah di meja. Ini kan, sama saja kalau sebagai alat bukti,” pungkasnya.

3. Irjen (Purn) Bekto Suprapto
Mantan Kadensus 88 Antiteror Polri Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto menilai, ada perlakuan istimewa polisi terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Diketahui, status Bharada E hingga saat ini masih belum jelas. Sementara sudah dua perwira tinggi dan satu perwira menengah dinonaktifkan dari jabatannya.

Ketiganya yakni, Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, dan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto.

“Bharada E ini terkesan sebagai sosok yang paling menarik perhatian. Bahkan tokoh yang paling kuat. Paling sakti. Dianggap melebihi jenderal kekuatannya,” ujar Bekto Suprapto seperti dikutip dari tvOne pada, Sabtu (30/7).

4. Irjen (Purn) Aryanto Sutadi
Mantan Kadiv Hukum Polri Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi juga menyoroti sosok Bharada E, dalam kasus penembakan Brigadir J.

“Yang lebih hebat lagi kemarin dia menghilang. Eh sekarang datang lagi. Dia datang ke Komnas HAM dikawal sama banyak polisi. Yang dikawal kan cuma jenderal. Berarti dia melebihi jenderal.” ujarnya, dikutip dari tvOne, Sabtu (30/7).

Baca: Komnas HAM Pastikan Brigadir J Tidak Tewas dalam Perjalanan Magelang- Jakarta

“Ada perwira lagi yang mengawal. Mungkin besok-besok dia bisa jadi saksi, jadi tersangka atau enggak jadi. Makanya itu kenapa dia disebut sakti,” ujar Aryanto sependapat dengan eks Kadensus 88.

Aryanto juga mengaku heran, sampai saat ini tidak pernah mendengar Bharada E sudah diperiksa. Namun, Aryanto meyakini Bharada E sebenarnya sudah diperiksa oleh penyidik.

“Bharada E pasti sudah diperiksa oleh penyidik maupun tim khusus yang dibentuk Kapolri. Kenapa? Keterangan dia bilang membela diri lalu menembak lima kali dari siapa kalau bukan keterangan saksi. Cuma oleh polisi tidak dipublis. Karena itu dianggap bisa mengganggu jalannya penyidikan. Itu lucunya. Alasannya kan sering begitu polisi,” pungkasnya. (irv)