Menilik Cawapres Pendamping Prabowo di Pemilu 2024, Ini Prediksinya

31
Prabowo - NU
Prabowo Subianto saat menghadiri Pembukaan Kongres XVI Fatayat NU di Palembang, Sumatera Selatan. (SirOnline/Tim Media Prabowo)

Jakarta, SirOnline.id – Direktur Eksekutif Institute of Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam memprediksi skema koalisi Gerindra-PKB yang akan dideklarasikan pada Agustus mendatang.

Kedua partai disebut belum menemukan titik temu kesepakatan soal nama cawapres.

Menurut Umam, ada dilema antara memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin atau Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

“Di satu sisi, PKB tentu mengharapkan nama Cak Imin sebagai cawapres, namun di sisi lain ada elemen di lingkaran inti Gerindra agaknya mengharapkan nama Khofifah sebagai pendamping Prabowo di Pilpres 2024 mendatang,” ujar Umam, dilansir dari Tempo, Sabtu (30/7).

Umam menjelaskan, ekspektasi Khofifah mendampingi Prabowo didasari dua hal. Pertama, Gerindra hendak menyasar basis pemilih loyal Nahdlatul Ulama (NU), khususnya di kalangan emak-emak, baik yang tergabung dalam jaringan Muslimat, Fatayat, maupun alumni PMII maupun HMI yang berasal dari akar Nahdliyin.

“Semua itu diharapkan bisa menjadi trade off atau pertukaran kekuatan pemilih, sebagai pengganti atas kekuatan dukungan yang hilang atau setidaknya menurun secara signifikan dari basis dukungan kelompok Muslim di wilayah Sumatera, Jawa Barat, NTB dan lainnya di 2024 mendatang,” kata dia.

Alasan kedua, Gerindra dinilai telah berhitung, salah satu faktor kekalahan Prabowo di Pilpres 2014 dan 2019 karena terjadinya defisit dukungan di wilayah Jawa Timur.

“Karena itu, penguasaan wilayah Jawa Timur diharapkan bisa menjadi faktor penentu kemenangan di Pilpres 2024 mendatang,” imbuhnya.

Kendati demikian, upaya menyandingkan Prabowo-Khofifah juga dinilai berpotensi terganjal oleh sejumlah realitas politik. Sampai saat ini, Khofifah tidak memiliki kendaraan politik yang jelas, atau kader partai mana pun.

Meskipun memiliki kedekatan dengan partai Islam seperti PKB dan PPP, namun keberhasilannya di Pilkada Jatim justru lebih dominan diusung oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar.

Kedua, PKB ditengarai akan terus menawarkan nama Ketua Umum PKB Cak Imin sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.

“Proses penggantian nama Cak Imin ke Khofifah memang tetap bisa terjadi, jika PKB sendiri membanderol ‘harga dukungan’ tinggi melalui skema politik transaksional dengan menjual basis dukungan politiknya,” kata Umam.

Ketiga, suara Nahdliyin juga berpotensi terbelah di 2024 dan tidak sesolid Pilpres 2019 lalu saat politik identitas menguat dan Rais Am PBNU Ma’ruf Amin dijadikan sebagai pendamping Jokowi.

“Indikator ketidaksolidan basis massa Nahdliyyin di 2024 mendatang ditandai oleh tersulutnya akar konflik antara elit PKB dan elit PBNU, hingga tidak adanya nama tunggal yang berpotensi menjadi pemersatu kekuatan Nahdlyin pada Pilpres 2024 mendatang. Artinya, menyandingkan Prabowo dengan tokoh dari Nahdliyin, belum tentu menjamin kemenangan di Pilpres 2024, sebagaimana kemenangan Jokowi-Maruf Amin pada Pilpres 2019,” kata dia.

Menurut Umam, kebutuhan utama Gerindra sebenarnya adalah penguasaan basis elektoral Jawa Timur sebagai penentu kemenangan dalam Pilpres. Sebab, kekalahan Prabowo di dua kali Pilpres 2014 dan 2019 cenderung disebabkan oleh suaranya yang kalah telak di Jawa Timur.

Karena itu, ujar dia, alternatif yang bisa ditempuh Gerindra saat ini ada dua. Pertama, Prabowo maju bersama representasi politik NU melalui mesin politik PKB agar bisa menyapu habis Jawa Timur. Kedua, Prabowo bisa maju dengan pasangan Cawapres lain yang juga punya akar politik kuat di Jawa Timur.

“Misalnya, Gerindra bisa maju dengan representasi Partai Demokrat, yang juga bisa all out dan memiliki akar politik cukup memadai di Jawa Timur, khususnya pasca sejumlah kemenangan Pilkada 2020 lalu,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, elektabilitas Cak Imin dan Khofifah masih sama-sama rendah. Sementara Gerindra  berharap bisa mendapatkan dukungan dari basis pemilih loyal Nahdliyin, sebagai pengganti dari hilangnya dukungan dari basis pemilih Islam di Jawa Barat, Banten, hingga Sumatera yang selama ini menopangnya.

Baca: Pengamat: Prabowo-Muhaimin Harga Mati

“Karena itu, yang dibutuhkan Gerindra adalah mendapatkan nama cawapres yang benar-benar bisa mengonsolidasikan basis suara Nahdliyin,” kata dia.

Koalisi Gerindra-PKB akan dideklarasikan bersamaan dengan agenda Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Gerindra pada 13 Agustus.

Pada forum tinggi partai tersebut, Prabowo Subianto akan menjawab pertanyaan publik perihal pencapresannya di Pilpres 2024. (irv)