Produk Es Krim Vanila “Haagen-Dazs” Asal Prancis Ditarik dari Indonesia

19
BPOM
Ilustrasi Badan POM RI. (IO/Dumaz Artadi)

Jakarta, SirOnline.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) resmi mengeluarkan aturan penarikan produk Es Krim Rasa Vanila merek “Haagen-Dazs” dari Indonesia.

Dikutip siaran pers Badan POM, Rabu, (20/7) alasan ditariknya produk ini sehubungan dengan informasi yang diterima oleh Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) tanggal 8 Juli 2022 dari European Union Rapid Alert System for Food and Feed (EURASFF) tentang ditemukannya Etilen Oksida (EtO), dengan kadar melebihi batas yang diizinkan oleh European Union (EU), pada produk Es Krim Rasa Vanila merek Haagen-Dazs.

“Badan POM menginstruksikan importir untuk melakukan penarikan dari peredaran terhadap kedua produk Es Krim Rasa Vanila merek Haagen-Dazs tersebut dan memperluas penarikan ke jenis kemasan lainnya yaitu bulkcan (9,46 L),” tulis keterangan Badan POM.

Selanjutnya, Badan POM mengawal dan memastikan penarikan dan/atau penghentian sementara peredaran/penjualan produk sebagaimana dalam lampiran dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Badan POM sedang berproses melakukan kajian kebijakan terkait EtO, termasuk memantau perkembangan terbaru terkait peraturan dan standar keamanan pangan internasional, serta melaksanakan sampling dan pengujian untuk mengetahui tingkat paparannya,” terang Badan POM.

Baca: Kiat Memilih Produk Kosmetik yang Aman Bagi Kulit

Badan POM pun menghimbau jika masyarakat menemukan produk es krim merek Haagen-Dazs dengan varian rasa vanila dan/atau varian dengan komposisi mengandung perisa vanila tersebut masih beredar, agar melaporkan ke Badan POM melalui Contact Center HALOBPOM atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia.

EtO merupakan pestisida yang berfungsi sebagai fumigan. Temuan residu EtO dalam pangan merupakan emerging issue (isu baru) yang dimulai dengan notifikasi oleh EURASFF pada tahun 2020. Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO sehingga pengaturannya di tiap negara beragam. (rr)