Jokowi: Pemerintah Tegas Tak Akan Pulangkan 689 WNI Eks ISIS

91

Sironline.id, Jakarta – Wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah terus mencuat dalam beberapa waktu terakhir. Setelah kekalahannya di Irak (2017) dan Suriah (2019), para kombatan kini ditempatkan di kamp pengungsian khusus yang ada di sejumlah tempat.

Salah satunya adalah kamp pengungsian al-Hol, Suriah Utara, wilayah yang berada di bawah kekuasaan Pasukan Demokratik Suriah atau SDF. Di kamp pengungsian tersebut, terdapat sejumlah WNI yang tengah menanti kepastian nasib mereka.

Sekian lama menanti, akhirnya pemerintah recara resmi mengatakan tidak akan memulangkan ratusan WNI eks ISIS yang berada di kawasan Timur Tengah. Presiden Joko Widodo menegaskan sikapnya yang enggan memulangkan kombatan ISIS ke Indonesia. Jokowi ingin menjamin keamanan dalam negeri.

“Saya kira kemarin sudah disampaikan bahwa pemerintah punya tanggung jawab keamanan terhadap 267 juta penduduk Indonesia, itu yang kita utamakan. Oleh sebab itu, pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS eks WNI,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (12/02/2020).

Instruksi selanjutnya adalah Jokowi memerintahkan supaya 689 orang dilakukan identifikasi. Data mereka akan dimasukkan ke Imigrasi untuk dicegah masuk ke Indonesia. ” Nama dan siapa berasal dari mana sehingga data itu komplet sehingga cegah tangkal itu bisa dilakukan di sini kalau data itu dimasukkan ke imigrasi. Tegas ini saya sampaikan,” katanya.

Jokowi tidak menjelaskan lebih lanjut soal status kewarganegaraan mereka. Namun, dalam pernyataannya Jokowi menyebut para kombatan itu sebagai eks WNI. Arahan ini diputuskan Jokowi dengan menteri dan kepala lembaga terkait di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (11/02/2020). Ada 689 orang yang tersebar di Suriah ataupun Turki.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan keputusan itu diambil lantaran pemerintah khawatir para terduga eks ISIS itu akan menjadi teroris baru di Indonesia. Mahfud mengatakan, berdasarkan data dari Central Inteligence Agency (CIA), Dari 689 WNI yang sebagian besar terduga eks ISIS dan tersebar di Turki, Suriah, dan beberapa negara lain.

Senada dengan Mahfud, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan proses verifikasi kekinian dilakukan pemerintah guna mengetahui status kewarganegaraan eks kombatan tersebut.

“Pemerintah akan memverifikasi, mendata karena pada saat di Turki kan ada serangan dari Turki di salah satu wilayah Kurdi. Sehingga mereka terpencar-pencar. Nah perlunya ada verifikaai secara detail terhadap orang-orang Indonesia yang jumlahnya 689. Sementara seperti itu. Tapi bisa kurang, bisa lebih. Untuk itulah perlu diverifikasi. Setelah itu dikelompokkan setelah itu baru dilihat kewarganegaraannya,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (12/02/2020).

Selain itu, proses verifikasi juga bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah anak dibawah umur yang berada di sana. Pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk memulangkan anak dibawah umur tersebut. “Harus diverifikasi. Bisa saja nanti ada pemulangan terhadap anak yang sangat kecil ya, yang yatim piatu mungkin ya akan terjadi seperti itu,” katanya.

Sesuai Konstitusi

Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan pembatalan pemulangan WNI terduga teroris lintas batas sesuai dengan konstitusi. Menurutnya, hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah. “Sesuai konstitusi yang ada,” kata Azis di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/02/2020).

“Itu kan kewenangan pemerintah, secara mekanisme memang dibenarkan juga dengan undang-undang,” ujarnya.

Azis mengatakan ada tiga ketentuan dalam undang-undang negara dapat menerima kepulangan para WNI terduga teroris lintas batas. Namun, dia tak menyebutkan secara jelas rujukan undang-undang yang dimaksud.

“Kan dalam hukum ada tiga. Bisa ditolak, diterima dengan pertimbangan, atau diterima dengan persyaratan ketat. Kan ada itu baca undang-undangnya,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah tidak terlalu fokus untuk pemulangan WNI eks ISIS. Menurutnya pemerintah seharusnya lebih fokus pada pencegahan virus corona dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kategori Kelas III.

“Virus corona yang sekarang ini sudah merebak di mana-mana dan masih juga tuntutan sebagian rakyat kecil yang minta iuran BPJS Kesehatan diturunkan itu yang paling penting menurut saya,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/02/2020).

Di tempat terpisah, Ketua Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik mengatakan, wacana pemulangan warga negara Indonesia yang pernah bergabung dengan ISIS sepanjang landasan hukumnya jelas, tidak masalah jika pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menolak pemulangan 600 WNI yang diduga sebagai teroris pelintas batas. “Ya enggak ada masalah, itu pilihannya,” kata Taufan dalam sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (09/02/2020).

Taufan mengatakan, jika penolakan pemulangan para terduga teroris lintas batas adalah keputusan yang diambil, sudah pasti hal ini akan menuai kritik. Namun demikian, hal yang sama pun terjadi di negara-negara yang pernah menghadapi polemik serupa. Paling penting, pemerintah punya argumen hukum yang kuat terhadap keputusan yang nantinya mereka ambil.

“Pemerintah harus cermat tapi enggak boleh berlama-lama. Kan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Ini bukan soal kemanusiaan, ini isu hukum,” ujarnya.

Febri Ramdani, salah satu WNI eks ISIS berhasil kembali tinggal dan melanjutkan hidup di Indonesia sejak 2018. Febri diketahui sempat bertolak ke Suriah dalam kurun waktu perjalanan hampir satu tahun dan tinggal di Negara Islam Irak Suriah atau ISIS. Febri meyakini keputusan pemerintah sudah tahu solusi apa yang terbaik bagi mereka yang senasib dengan dirinya.

“Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita,” tutur Febri dalam acara bedah buku 300 Hari di Negeri Syam di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (11/02/2020).

Terkait banyaknya WNI eks anggota ISIS yang terdiri dari perempuan dan anak-anak, Febri menilai hal tersebut tidak bisa dipukul rata. Baik pria, perempuan, dan anak-anak, wajib dilakukan assessment atau penilaian sesuai standar prosedur dimiliki pemerintah. “Level-levelnya seperti apa, assessment seperti apa jadi ya kita serahkan lagi ke pemerintah,” jelas Febri.

Balas Dendam

Peneliti terorisme Ridlwan Habib menilai keputusan pemerintah untuk tidak memulangkan orang Indonesia pendukung ISIS sebagai keputusan yang tepat.

“Keputusan itu sudah tepat, sebab Indonesia belum siap jika harus memulangkan, sangat berbahaya,” kata Ridlwan Habib di Jakarta, Rabu (12/02/2020).

Ia mengingatkan potensi balas dendam pendukung ISIS. Pemerintah harus waspada terhadap kemungkinan balas dendam oleh simpatisan ISIS di dalam negeri. Jejaring sel-sel ISIS di Indonesia masih banyak dan berpotensi melakukan tindakan atas keputusan pemerintah. Polri dan komunitas intelijen harus waspada jika keputusan itu menimbulkan keinginan balas dendam.

“Bisa saja memicu class action terhadap pemerintah dengan alasan negara mengabaikan hak asasi warganya di luar negeri,” ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI itu. D. Ramdani