Pulau Jawa Penyumbang Terbesar Angka BABS

50
Sanitasi buruk picu beragam penyakit. Foto: Rayi Gigih/IO

 

Air bersih dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar hidup manusia. Sayangnya, sanitasi buruk masih menjadi permasalahan besar di Indonesia. Masih banyak anggota masyarakat yang belum memiliki akses sanitasi bersih, terutama toilet. Kebun dan sungai masih menjadi tempat banyak orang buang hajat karena ketiadaan toilet.

Laporan World Bank’s Water and Sanitation Program (WSP) dalam Economic Impact of Sanitation in Indonesia, sanitasi buruk menyumbang kejadian penyakit diare, dan anak-anak menjadi korban terbanyak. Kondisi sanitasi yang buruk mengakibatkan sekitar 150.000 anak di bawah usia 10 tahun meninggal setiap tahunnya karena diare, kolera, dan penyakit lain yang di antaranya disebabkan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2012, Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia yang penduduknya masih mempraktikkan buang air besar sembarangan (BABS). Data per Januari 2020 dari situs monitor Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dimuat di situs Kementerian Kesehatan menunjukkan, sebanyak 8,6 juta rumah tangga masih mempraktikkan BABS.

Ironisnya, dari angka 8,6 juta rumah tangga yang masih mempraktikkan BABS, lebih dari setengahnya, alias 4,5 juta, justru berasal dari Pulau Jawa. Data di Provinsi DKI Jakarta, BABS menyumbang 133.934 rumah tangga, Jawa Tengah 603.100, Jawa Timur 909.106, Jawa Barat 2.404.258, sedangkan Banten 533.760.

“Di Indonesia, hampir 28 juta orang kekurangan air bersih dan 71 juta orang tidak punya akses ke fasilitas sanitasi yang baik. Bagi jutaan keluarga yang berpenghasilan rendah, sambungan atau sumur air baru dan toilet yang baik tidak dapat dijangkau sehingga dibutuhkan bantuan dari berbagai pihak,” kata Operations Director Water.org Indonesia, Don Johnston, kepada media di Jakarta, Jumat (31/1/2020).

Bukan Barang Mewah

Dalam kesempatan yang sama, Karim Kamel, General Manager Reckitt Benckiser Hygiene Home Indonesia, menyebut keberadaan toilet bukan barang mewah, tetapi merupakan hak asasi setiap manusia. Kebiasaan BABS merupakan permasalahan global yang harus segera diatasi. Diungkapkan, pihaknya sudah melakukan kampanye toilet bersih di Pakistan dan India.

“Di Indonesia, masih banyak anggota masyarakat yang buang air besar di ruang terbuka. Kita harus terus meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya perubahan perilaku hidup bersih dengan toilet layak sehingga tidak ada lagi masyarakat yang buang air besar sembarangan. Kami berharap Pulau Jawa bebas BABS tahun 2025 dengan menggandeng SATO, Water.org Indonesia, dan Koperasi Simpan Pinjam Mitra Dhuafa (Komida),” ujarnya.

Diungkapkan Sugeng Priyono, Direktur Operasional Koperasi Simpan Pinjam Mitra Dhuafa (Komida), dari 735.957 anggota yang tersebar di 287 kabupaten dan daerah di Indonesia, hanya 551.435 anggota yang memiliki toilet dan septic tank. Sebanyak 105.821 anggota memiliki toilet, tetapi tidak tersambung septic tank.

“Berdasar data kami, masih ada 78.701 anggota Komida yang belum memiliki toilet. Kami mendorong mereka dengan memberikan pinjaman untuk membangun toilet sederhana sebesar enam juta rupiah,” katanya.

Dengan demikian, diharapkan pada 2025 mendatang, Pulau Jawa bisa bebas dari BABS. (est)