Cegah Radikalisme, BPIP Bumikan Nilai-nilai Pancasila

60

 

Sironline.id, Jakarta – Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri menegaskan tugas BPIP tidak mudah. “Tugas yang diberikan pada kami berat sekali. Bagaimana ideologi Pancasila itu yang sudah ada di dalam sanubari kita tapi karena perjalanan waktu Pancasila itu dibelokkan,” katanya dalam acara Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (03/12/2019).

Atas alasan itu, ia meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menunjuk dua anggota dewan pengarah BPIP yang ditinggalkan Ma’ruf Amin yang menjadi Wapres RI dan Mahfud MD yang ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menkopolhukam . “Sampai sekarang, mohon maaf Pak Jokowi, belum ada penggantinya. Saya berulang kali mengingatkan beliau, kami masih kurang,” tegas putri Presiden pertama RI Soekarno ini.

Di acara yang dihadiri oleh jajaran BPIP, para anggota kabinet Indonesia Maju, dan para kepala lembaga, Megawati menyinggung adanya masjid di kementerian dan ASN yang terpapar radikalisme. Ia bahkan mengaku sampai bertanya kepada kiai-kiai terkait pemaparan ajaran Islam yang justru tidak toleran. “Kita tahu sudah berapa jauh terpaparnya masjid-masjid kita. Saya sampai tanya dengan dengan kiai-kiai, ini senior saya. Apakah masjid itu, apakah Allah SWT itu memang penyampaiannya kebencian, merusak, tidak toleran?,” paparnya.

Presiden kelima itu menyebut saat ini masih banyak masjid di kementerian justru mengundang ustadz yang sering kali menyampaikan ujaran kebencian. Ia juga pernah meminta Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla untuk membahas masalah ini. “Masih banyak di masjid-masjid kementerian, mohon maaf kiai ustaz dan sebagainya. Saya waktu itu bilang ke Pak Jusuf Kalla ketua dewan masjid, tolong Pak kalau dibiarkan saja hanya kebencian yang diberikan ke mereka-mereka ini. Rakyat kita yang perlu rohaninya diisi tapi oleh seperti itu,” tambahnya.

Megawati khawatir, ceramah dengan narasi kebencian dan tak mengusung toleransi justru akan berakhir menjadi konflik seperti di sejumlah negara Timur Tengah.  “Bagaimana kalau kita kejadian seperti Timur Tengah? Siapa yang akan menghentikan?,” tambahnya.

Sementara itu, masalah ASN yang terpapar radikalisme itu pun menjadi tugas Menpan RB Tjahjo Kumolo untuk menyelesaikannya. “Seperti ASN. Sekarang yang pusing kepala sebetulnya Pak Tjahjo. Saya bilang hati-hati loh yo. Kamu yang mesti memikirkan kenapa ASN bisa terpapar, sampai sebegitu,” ujar ketua umum PDIP itu. Karena itu, BPIP akan membumikan nilai-nilai Pancasila ke kementerian dan lembaga. Sehingga setiap kebijakan dan program pemerintah nantinya juga dapat mengandung nilai-nilai Pancasila.

Pada kesempatan itu pula Megawati “menantang” orang-orang yang ingin mendirikan khilafah untuk menemui Fraksi PDIP di DPR. “Kami Fraksi PDI Perjuangan itu membuka diri. Bagi mereka yang sangat berkeinginan untuk mendirikan yang namanya khilafah, boleh ke DPR. Kami dengarkan itu. Opo toh karepe?,” tegasnya.

Megawati pun mempertanyakan siapa orang yang bakal menjadi khalifah bila keinginan kelompok ini tercapai. “Pertanyaannya, khalifahnya itu sopo? Kalau saya baca-baca soal khilafah itu adalah sebuah seperti nation tanpa border. Lalu bagaimana ya memilih khalifahnya,” ujar Megawati.

Megawati juga mengajak Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto agar fraksinya di DPR juga ikut membuka ruang dialog dengan kelompok pro-khilafah. Megawati mengaku ingin mendengar apa keinginan para pendukung khilafah. Ia juga ingin menanyakan siapa khalifah mereka bila negara menjalankan sistem khilafah seperti yang dicita-citakan oleh kelompok tersebut. Sebab, kata Megawati, berdasarkan buku yang ia baca, khilafah adalah sebuah nation tanpa border. “Lalu bagaimana, ya, memilih khalifahnya? Khalifahnya lalu dari mana?,” katanya.

Menurut Megawati perlu adanya dialog dengan para pendukung khilafah. Namun, sampai saat ini belum ada pendukung khilafah yang datang ke Fraksi PDIP. “Saya sudah nunggu-nunggu. Bukan saya, nanti yang hadapi anak buah saya. Supaya enak gitu loh, pantes oh ini mau mengubah negara kita tercinta ini. Sebentar lagi 75 tahun, bayangkan loh. Sebuah negara bisa hancur sebenarnya,” tutupnya.

Terkait isu radikalisme yang kian santer dibicarakan, Survei Parameter Politik Indonesia menyimpulkan bahwa Indonesia saat ini tidak sedang dalam keadaan darurat radikalisme dan Islam politik, seperti yang digembar-gemborkan pemerintah. Kekhawatiran soal radikalisme itu kemudian ditunjukkan dengan menerbitkan SKB 11 Menteri soal penanganan radikalisme.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno memaparkan, hasil survei lembaganya menyimpulkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia termasuk golongan moderat. Hal ini
ditunjukkan dengan data bahwa 81,4 persen masyarakat menganggap Pancasila dan agama sama penting. Adapun kelompok yang menyatakan agama lebih penting dari Pancasila hanya 15,6 persen. “Persepsi Pancasila sama penting dengan agama merata di semua segmen demografi dan pendukung partai politik. Jadi, pertentangan antara agama dan negara itu sebetulnya telah selesai di Indonesia ini,” ujar Adi Prayitno.

Berdasarkan hasil survei ini, politikus PKS Nasir Djamil mengatakan, tak seharusnya negara mencurigai agama lewat polisi-polisi masjid yang mengawasi ceramah ustad-ustad. SKB 11 Menteri juga seharusnya ditiadakan, sebab Indonesia tidak sedang darurat radikalisme. “Kalau sekarang kan kondisinya seolah-olah Indonesia ini sedang genting. Semua dicurigai. Kalau tidak darurat radikalisme kan, nanti saya bisa usul SKB 11 Menteri itu dicabut saja,” ujar Nasir Djamil.

Survei Parameter Politik Indonesia dilakukan pada 5-12 Oktober 2019 dengan menggunakan metode stratified multistage random sampling yang melibatkan sampel sebanyak 1.000 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode face to face interview menggunakan kuisioner yang dilakukan oleh surveyor terlatih. Adapun margin of error survei ini sebesar ± 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. D. Ramdani