INDEF Memproyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 2020 Hanya 4,8%

79
Jakarta city skyline with urban skyscrapers in the afternoon. Jakarta, Indonesia

Jakarta – Ekonomi domestik mengalami kelesuan karena pertumbuhan ekonomi stagnan di 5%. Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti mengatakan proyeksi INDEF untuk pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya berkisar 4,8%. Ini karena ada deindustrialisasi seperti industri tekstil banjir impor, sektor besi dan baja, keramik juga mengalami hal serupa. Di sisi lain sektor keuangan penuh tantangan. Investasi lebih banyak di sektor jasa, bukan ke arah sektor pertanian atau industri.

Ia menilai wajah lesu ekonomi domestik ini bisa menimbulkan ancaman resesi ekonomi. Meskipun Indonesia belum sampai seperti krisis pada 1998 tapi gejalanya sudah muncul. Pertama  karena dampak perang dagang Amerika dan China membuat China melambat ekonominya. Sementara Indonesia banyak mengekspor produk ke China sehingga akan ikut terpengaruh karena lesunya perekonomian China.  Kedua, suku bunga turun secara massif dan bersamaan, ketiga tumbangnya sektor unggulan Indonesia. Keempat pelebaran defisit perdagangan dari tahun 2015 sampai 2019 semakin melebar, ini artinya volume ekspor lebih kecil dibanding impor. Kondisi ini diperburuk oleh adanya utang luar negeri baik BUMN, swasta. Gejala-gejala resesi ini harus dimitigasi.

Untuk melakukan mitigasi ancaman resesi ekonomi menurut Ester adalah:

  1. INDEF menghimbau ada kolaborasi antara sektor moneter dan fiskal.
  2. INDEF menghimbau ada sinergi antarkementerian yang penting untuk efisiensi dan efektvitas. Ada tantangan bagi Bank Indonesia untuk mencari instrumen moneter yang bisa membangkitkan perekonomian yang lesu. Selain itu instrumen fiskal bisa digunakan untuk melakukan mitigasi resiko ancaman resesi ekonomi, misalnya di era SBY ada bantuan langsung tunai, ada kebijakan stimulus fiskal infrastruktur.
  3. Kementerian Pertanian harus bisa me-manage saatnya memberikan stimulus fiskal, Kementerian Perdagangan juga harus bisa meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. Jangan membuat peraturan bagi industri tekstil tapi justru memberi peluang banjir impor. Untuk Kementerian Perindustrian harus membangun banyak industri seperti industri besi, baja dan petrokimia yang sangat penting perannya. Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia sekarang diekspor dalam bentuk mentah, tapi Indonesia mengimpor dalam bentuk bahan setengah jadi. Kalau kita memiliki industri petrokimia bisa mengolah CPO menjadi bahan setengah jadi yang digunakan untuk bahan baku industri-industri domestik. Kementerian Pertanian juga harus mengurangi impor. Untuk kementerian Koperasi dan UKM diharapkan bisa meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di tingkat global dan membuat UMKM menjadi bankable. Kementerian Agraria dan Tata Ruang  juga bisa memudahkan proses pengurusan tanah untuk mendorong peningkatan investasi. Selain itu, harus ada kolaborasi antara swasta dan BUMN.