Susunan Menteri Kabinet Indonesia Maju Tepat Perangi Paham Radikalisme

30

D. Ramdani

 

Jakarta – Presiden Joko Widodo cukup serius mencegah adanya paham radikalisme. Terkait hal itu, Jokowi mengusulkan mengganti kata radikalisme dengan manipulator agama. Menyambung usulan Presiden, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai ide Jokowi merupakan upaya untuk menjaga stabilitas politik.

“Saya menyetujui istilah presiden untuk melunakkan istilah tersebut untuk menjaga stabilitas atau ekosistem politik. Saya kira LPI jauh hari sudah memprediksi ada segregasi antara nasionalis dan fundamentalisme agama yang mewarnai dinamika Pemilu 2019,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ‘Radikalisme atau Manipulasi Agama?’ di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (04/11/2019).

Dengan istilah baru itu, Boni menilai tensi politik bisa berkurang. Namun, diakuinya, radikalisme memang tidak bisa disederhanakan dengan mengganti istilah saja.

“Manipulasi agama, menurut saya bagian dari modus operandi cara kerja dari kelompok radikalisme agama. Kita bicara radikalisme agama, tidak pada doktrin atau ideologinya tetapi sebuah gerakan politik, untuk memperjuangkan cita-cita tertentu yang kemudian setelah kita kaji, berhadapan dengan Pancasila dan haluan kebangsaan kita,” tambahnya.

Boni mengatakan, bahwa upaya Jokowi dalam memberantas paham radikalieme paham radikalisme pun tercerminkan dalam komposisi susunan menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM). Misalnya, dengan menempatkan Jenderal Purn TNI Fachrul Razi sebagai Menteri Agama.

“Fachrul Razi dengan latar militer punya kapasitas untuk itu. Harapan-harapan itulah yang membuat kita tersenyum, meski sempat mengagetkan. Setelah ditelusuri lebih dalam, ada visi besar tentang agenda besar merespon dinamika radikalisme agama di Indonesia,” tandasnya.

Senada dengan Boni, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli alias Gus Romli menilai susunan menteri Kbeinet Indonesia Maju (KIM) Joko Widodo-Maruf Amin merupakan formasi yang tepat untuk memerangi agenda paham radikalisme gama di Indonesia. Ia mengapresiasi penyusunan KIM yang merupakan hak prerogatif Jokowi.

Menurutnya terpilihnya Jendral Polisi Purn Tito Karnavian sebagai Mendagri, Jenderal TNI Purn Fachrul Razi sebagai Menag, Prabowo Subianto sebagai Menhan dan Mahfud MD sebagai Menkopolhukam merupakan upaya Jokowi memerangi radikalisme agama di Indonesia.

“Formasi kabinet ini bagi saya adalah formasi yang tepat untuk memerangi agenda radikalisme agama,” katanya.

Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) itu juga menilai, pemerintah kekinian tidak cukup hanya membubarkan organisasi terlarang yang memiliki paham radikal seperti halnya Hizbut Tahir Indonesia (HTI). Namun, Dia mengatakan pemerintah perlu melakukan penegakkan hukum terhadap tokoh-tokoh yang terlibat dalam organisasi terlarang tersebut.

“Saya kira tugas Mendagri, Menag dan Kapolri adalah tidak cukup membubarkan ormas HTI, tetapi melakukan upaya penegakan hukum terhadap aktor-aktor utamanya. Setelah di negara lain upaya hukum ditegakan, tokoh-tokoh utamanya lari ke negeri lain,” ujarnya.

Guntur melanjutkan, larangan dari Menteri Agama Fachrul Razi yang melarang penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah adalah suatu bentuk antisipasi terhadap ancaman. Berkenaan dengan itu, Gus Romli pun turut menanggapi terkait wacana Menag Fachrul Razi melarang penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah. Gus Romli menilai wacana tersebut sebagai upaya perlawanan terhadap paham-paham radikalisme. D. Ramdani