Investor Minta Kabinet Baru Prioritaskan Masalah Penggangguran dan Defisit Transaksi Berjalan

65
Sumut Pos

sironline.id, Jakarta – Para investor meminta tim ekonomi kabinet Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin memprioritaskan penyelesaian masalah penggangguran. Hal ini terangkum dalam survei Katadata Investor Confidence Index (KICI) yang dilakukan terhadap 272 investor institusi. Saat mereka diminta memilih isu prioritas yang harus diselesaikan tim ekonomi kabinet yang baru, sebanyak 83 persen investor menganggap pengangguran merupakan masalah yang sangat mendesak (prioritas), 15 persen menjawab netral, sedangkan sisanya menganggap pengangguran tidak prioritas.

“Responden menilai masalah pengangguran merupakan hal yang paling perlu diprioritaskan untuk segera ditangani,” kata Panel Ahli Katadata Insight Center, Damhuri Nasution melalui keterangan pers, Kamis (24/10).

Meskipun dalam empat tahun terakhir tingkat pengangguran sudah turun signifkan dari 6,18 persen (Agustus 2015) menjadi 5,26 persen (Agustus 2018), menurut Damhuri, bila ditambahkan dengan persentase penduduk yang setengah menganggur sebanyak 6,62 persen maka persentase yang menganggur dan setengah menganggur akan menjadi cukup besar, hampir 12 persen.

Di samping itu, kata dia,  ada pula sebagian masyarakat yang terpaksa bekerja di sektor informal karena keterbatasan lapangan kerja di sektor formal. “Itulah sebabnya banyak masyarakat merasa mencari pekerjaan masih sulit,” ujar Damhuri.

Selain masalah  pengangguran, investor  menilai masalah defisit transaksi berjalan dan  pertumbuhan ekonomi  yang relatif rendah  menjadi isu utama yang  harus diselesaikan oleh tim ekonomi  mendatang. Sebanyak 79 persen responden menilai defisit transaksi berjalan ini merupakan masalah prioritas bagi tim ekonomi. Pada Selasa (15/10) BPS mengumumkan neraca dagang Indonesia pada September defisit sebesar US$160 juta. Sementara itu sepanjang tahun berjalan (Januari-September) defisit perdagangan tercatat mencapai US$1,95 miliar.  “Defisit ini tentu akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,” ujar Damhuri Nasution.

Bila masalah pengangguran ditempatkan sebagai isu paling prioritas yang harus diselesaikan tim ekonomi kabinet baru, masalah undang- undang ketenagakerjaan bagi investor justru ditempatkan sebagai prioritas paling rendah  dibandingkan isu  lainnya. Sebanyak 53 persen investor menganggap masalah ini prioritas, sedangkan 34 persen menjawab netral, sisanya menganggap tidak prioritas.

Pendapat investor mengenai isu prioritas tim ekonomi kabinet dijaring lewat survei Katadata Investor Confindence Index (KICI) yang dilakukan pada 12-26 September 2019. Responden survei ini adalah 272 investor institusi dari Manajemen Investasi, Dana Pensiun dan Asuransi. Total dana kelola responden survei ini mencapai lebih Rp700 triliun. Survei ini dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Selain mengenai isu prioritas bagi tim ekonomi, investor dimintai pendapat mengenai usia menteri ekonomi Kabinet Pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Sebagian besar investor institusi (62 persen) menilai tim ekonomi yang ideal di kabinet sebaiknya berusia 41-50 tahun. “Harapan agar Menteri Jokowi-Maruf Amin berusia di bawah usia 50 tahun kemungkinan disebabkan  pandangan bahwa orang yang berusia lebih muda bisa cepat adaptasi dengan situasi yang kurang kondusif saat ini, termasuk situasi ekonomi global,” ungkap Wahyu Prasetyawan, Panel Ahli Katadata Insight Center (KIC).

Menurut dia, situasi ekonomi global saat ini kerap dihadapkan pada disrupsi seiring dengan perkembangan teknologi digital yang cukup pesat. Karena itu, kemampuan adaptasi tim ekonomi kabinet menjadi sangat penting.

Apalagi, kata Wahyu, tantangan ekonomi global semakin berat seiring dengan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang berkepanjangan. Hasil survei Katadata Investor Confidence Index (KICI) yang dipublikasikan pada Rabu (12/09) lalu menunjukkan bahwa tantangan ekonomi global semakin berat. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat kepercayaan investor atas situasi ekonomi global yang melorot ke angka di bawah 100. Dalam pengukuran KICI, angka ini menunjukkan, lebih banyak investor merasa pesimistis ketimbang optimistis terhadap situasi perang dagang.