70% Dinilai Gagal, Jokowi Diminta Rombak Kabinet Menteri Jilid II

47

Sironline.id, Jakarta – Sejumlah menteri di kabinet kerja Jokowi jilid I terus menjadi sorotan. Utamanya di bidang ekonomi, perdagangan, keuangan dan keamanan. Ketiganya menjadi sorotan karena pertumbuhan ekonomi yang kurang memuaskan serta keamanan yang tidak kondusif.

“Saya tidak akan menyebut nama, tapi hasil evaluasi kami sebagian besar dari mereka (menteri) terutama yang di bidang ekonomi tidak dipakai lagi. Mereka gagal menjalankan amanah yang diberikan pada mereka,” ujar Peneliti Litbang Republik Merdeka Online (RMOL), Faisal Mahrawa dalam diskusi Meraba Wajah Kabinet Jokowi Jilid 2 yang digelar di Cikini, Jakarta, Kamis (26/09/2019).

Senada dengan Faisal, Analisis Lembaga Survei KedaiKopi, Hendri Satrio mengatakan jika 70% kabinet menteri Jokowi saat ini gagal dalam mengemban amanah yang diberikan. Merosotnya nilai rupiah, tidak stabilnya politik dan keamanan merupakan salah satu kegagalan para menteri Kabinet Kerja I. Sementara itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie Massardi mengatakan jika menteri-menteri Jokowi di kabinet Kerja Jilid I ini seakan tidak memiliki keberpihakan kepada rakyat.

“Di kabinet, soal utamanya adalah keberpihakan. Saya kasih satu contoh Menteri Enggar (Menteri Perdagangan). Ini sama sekali tidak ada keberpihakan. Kebijakan Enggar menghancurkan petani dari berbagai sektor,” tegasnya.

Adhie menegaskan jika tak segera diobati, dalam hal ini dicari opsi pengganti, maka bukan tidak mungkin akan menimbulkan persoalan baru saat pembentukan kabinet periode kedua.

“Ini social distrust yang luar biasa, baik dari sisi politik, penegakan hukum, kebijakan ekonomi, investasi semuanya bermasalah,” papar mantan Jurubicara Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.

Demi perbaikan kinerja kabinet periode kedua, Faisal menjelaskan Jokowi harus berani membuat perubahan dengan merombak kabinet baru dari kalangan profesional untuk menyelesaikan masalah ekonomi. Menurutnya pengusaha-pengusaha kecil dan menengah tidak banyak berkembang karena meningkatnya biaya produksi dan transportasi.

“Secara makro mungkin berhasil, tapi di akar rumput banyak masyarakat yang menjerit karena biaya kebutuhan pokok mahal,” ujarnya.

Selain itu, lambannya pemerintah dalam menyelesaikaan konflik Papua juga menjadi rapor merah kegagalan para menteri tersebut. Hingga saat ini belum ada penyelesaian yang jelas terkait konflik itu. Gelombang-gelombang refrendum Papua masih terdengar sampai sekarang yang mengancam kedaulatan NKRI.

“Ini sebenarnya pemenang pemilunya siapa? Di pusat-pusat kemenangan (Jokowi-Maruf) itu justru terjadi resistensi, misalnya Papua, Yogyakarta, Sumatra Utara itu terjadi resistensi. Saya tidak berharap resistensi itu kepada hasil pemilunya, tapi justru kepada kebijakan yang diambil,” ungkapnya.

Ketua Himpunan Mahasiswa Politik (Himapol) Indonesia Febri Rahmat menyebutkan, pembentukan susunan kabinet jilid II akan menjadi jawaban dari persoalan Indonesia saat ini.

“Karenanya kami sangat menunggu bagaimana pertimbangan Bapak Jokowi saat pembentukan kabinetnya, apakah ideal atau tidak,” ucap Febri.

Namun, disisi lain Febri menyadari, saat pembentukan kabinet nanti, prosesnya tidak jauh dari unsur politik.

“Konsekuensi dari pemilihan umum adalah adanya proses bagi-bagi kue. Artinya penempatan ini akan terbentuk secara politis, namun apakah ideal atau tidak kita serahkan kepada Bapak Jokowi” tambah Febri.

Hendri Santrio menduga ada tim inti Jokowi di masa Pilpres 2019 yang tengah berpindah haluan jelang pelantikan Presiden-Wapres terpilih pada 20 Oktober mendatang. Kondisi ini, dinilai Hendri sebagai pekerjaan rumah baru bagi Jokowi dalam menentukan komposisi kabinetnya.

Seperti yang pernah disampaikan, Jokowi menyebut rencana membentuk kabinet dengan komposisi 45 persen diisi oleh kalangan partai politik, 55 persen diisi oleh kalangan profesional. Sehingga, dengan matemaika sederhana itu bisa diperkirakan, lanjut Hendri, PDIP mendapat 6 kursi, Golkar 3 kursi, PKB dan Nasdem masing-masing 2 kursi, kemudian PPP 1 kurs, serta 1 kursi untuk Gerindra jika Jokowi ingin merangkul oposisi.

Tapi, gejolak massa aksi yang massif dan dinamika politik dimana muncul dugaan tim inti Jokowi kala Pilpres 2019 tengah berpindah atau bergeser haluan, juga mungkin membuat Jokowi menjadi agak kesulitan dalam membentuk kabinet barunya.

“Itu (aksi-aksi demonstrasi yang massif belakangan ini, red) jika terjadi setahun yang lalu saja misalnya, mungkin Pak LBP itu akan akan bicara. Kemana itu Pak LBP sekarang?,” pungkas Hendri Satrio. D. Ramdani