Gaji Fantastis Direksi BUMN

575

sironline.id, Jakarta – Dari laporan keuangan interim Juni 2019, direksi BUMN perbankan menduduki posisi teratas dengan remunerasi per bulan untuk rata-rata satu orang direksi hampir Rp 6 miliar. Angka ini boleh dibilang sangat fantastis. Nilai remunerasi ialah total perolehan gaji dan tunjangan, tantiem dan bonus, serta imbalan kerja jangka panjang.

Kemudian, nilai rata-rata remunerasi dihitung dengan membagi total remunerasi sesuai jumlah dewan direksi, dan dibagi dalam rentang waktu 6 bulan.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatatkan total beban remunerasi atas 12 orang dewan direksi mencapai Rp 428,37 miliar. Jika dihitung rata-rata per orang, maka tiap bulan satu dewan direksi mampu mengantongi Rp 5,95 miliar.

Remunerasi tertinggi selanjutnya dipegang direksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dengan nilai masing-masing per bulan/orang yakni Rp 5,07 miliar dan Rp 4,23 miliar.

Remunerasi terkecil mencapai ratusan juta rupiah, di mana mayoritas dicatatkan oleh perusahaan BUMN yang bergerak di bidang konstruksi dan infrastruktur, seperti PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR).

Dalam sebulan, direksi PTPP mengantongi remunerasi sebesar Rp 185,5 juta. Sedangkan untuk direksi ADHI dan SMBR masing-masing membukukan beban remunerasi per orang tiap bulan senilai Rp 210,07 juta dan Rp 263,72 juta.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai dari kinerja keuangan memang ke-4 bank BUMN mencatatkan kinerja yang postitif. Hal ini dilihat dari capaian pendapatan perusahaan. Pendapatan Bank Mandiri berkisar Rp 118 triliun, Bank BNI Rp 72 triliun, Bank BRI Rp 135 triliun dan bank BTN Rp 15 triliun. Nilai keempat pendapatan Bank ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pendapatan ini dibandingkan BUMN Karya misalnya, jumlahnya masih lebih besar BUMN bank. Sehingga wajar kalau remunerasi direksi perbankan menjadi besar.

Peran BUMN menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, khususnya dalam mengerjakan proyek yang secara pendanaan tidak bisa diambil oleh swasta. Namun beberapa pekerjaan rumah BUMN masih ada, salah satunya adalah koordinasi. Ia menilai saat ini koordinasi antar satu BUMN dengan BUMN yang lain belum maksimal. Sehingga dalam mengerjakan proyek pemerintah tidak semua BUMN mendapatkan keuntungan. Misalnya dalam proyek infrastruktur seharusnya ada koordinasi antara BUMN Karya dan BUMN lain seperti Krakatau Steel sebagai penyedia bahan baku besi baja untuk infrastruktur.

“Pada prakteknya koordinasi ini tidak maksimal. Akhirnya Krakatau Steel tidak bisa banyak menikmati proyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah secara maksimal. Contoh lain pembangunan industri galangan kapal, karena industri bersifat padat modal memerlukan investasi yang besar. Disinilah diperlukan kolaborasi antara bank BUMN dan PT PAL Indonesia sebagai BUMN pembuat kapal. Industri galangan kapal ini penting untuk membantu mengurangi defisit jasa yang muaranya akan membantu mengurangi defisit neraca transaksi berjalan. Sehingga struktural ekonomi Indonesia bisa lebih berdaya saing,” paparnya. (eka)