Dinasti Politik Bayangi Parlemen 2019-2024

26

 

Sironline.id, Jakarta – Sekitar 575 anggota DPR terpilih dan 136 anggota DPD terpilih akan dilantik Oktober 2019 mendatang. Mereka akan mengemban amanah dalam lima tahun ke depan untuk menyuarakan aspirasi rakyat.

“Ketika seseorang duduk di anggota dewan mereka bukan lagi perwakilan partai, tapi perwakilan rakyat,” kata pengamat politik, Emrus Sihombing dalam sebuah diskusi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (05/09/2019).

Ia tak menampik konflik kepentingan antara partai dengan konstituen sangat kuat di DPR dan DPD. Sehingga, aspirasi rakyat kadang terkendala oleh kebijakan partai. Karena itu, ada waktu di mana politisi harus melepas jaket partainya untuk kepentingan rakyat.

“Maka, ketika teman-teman kita sudah duduk, mereka harus mengubah asas dan jaketnya. Karena itu, ketika kepentingan partai berbeda dengan kepentingan rakyat, maka mereka harus mendahulukan kepentingan rakyat,” ujarnya.

Menurut Emrus, ada undang-undang yang mengganjal kebebasan dan inovasi anggota dewan yaitu re-call yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebut sebagai Pemberhentian Antar Waktu (PAW). Anggota DPR yang menjabat hasil dari pemilihan langsung bisa saja dipecat atau di-recall oleh ketua umum parpol sewaktu- waktu.

“Saya mengusulkan agar hak recall wajib ditiadakan, agar anggota legislatif terpilih fokus pada kepentingan rakyat,” katanya

Mengenai kinerja di parlemen, Emrus menilai selama ini DPD belum berfungsi secara optimal. Padahal, DPD merupakan perwakilan provinsi dan mendapatkan dukungan lebih luas dari masyarakat. Meski begitu, ia menilai DPD telah berperan maksimal dalam pengambilan keputusan legislasi. Ia mendorong agar setiap anggota yang terpilih bukan hanya berperilaku sesuai hukum, tapi juga melampaui hukum dengan terobosan inovatif.

“Maknanya bukan berarti menyalahi undang-undang, tapi mereka harus berdebat keras ketika pasal demi pasal yang dibahas dalam undang-undang kental dengan kepentingan politik,” ujarnya

Sementara itu, Forum Masyarakat Perduli Parlemen (Formappi) telah mengeluarkan hasil kajiannya terhadap calon anggota legislatif (caleg) DPR RI terpilih periode 2019-2024. Berdasarkan catatan Formappi, dari 574 caleg terpilih, terdapat 48 anggota yang berpotensi memunculkan dinasti politik.

“Dari 574 jumlah kursi yang diisi caleg terpilih di Pemilu 2019 di antaranya memiliki hubungan kekerabatan dengan petinggi parpol tertentu, kepala daerah, gubernur, bupati, maupun wali kota,” ujar Lucius Karus, Peneliti Formappi.

Lucius merinci bahwa PDI Perjuangan menduduki posisi pertama penyumbang legislator yang berpotensi menjadi politik dinasti. Setidaknya, ada 10 nama legislator dari PDIP ternyata memiliki hubungan keluarga dengan elite politik di tanah air. Posisi kedua, disusul oleh Partai Golkar yang menyumbang sebanyak sembilan legislator yang memiliki hubungan kekerabatan dengan para elite politik. Posisi selanjutnya diisi oleh Partai NasDem dengan delapan legislator, Partai Demokrat (6 legislator), Gerindra dan PAN (masing-masing 5 legislator), PKS (3 legislator) dan terakhir PKB (2 legislator).

Berdasarkan data Formappi, berikut beberapa contoh caleg terpilih DPR yang memiliki kekerabatan dengan kalangan elite. Dari PDIP, ada nama Mochamad Herviano (caleg PDIP, anak kandung Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan), Puan Maharani (caleg PDIP, anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri), Puti Guntur Soekarno (keponakan Megawati). Dari Partai Golkar, ada nama Puteri Komarudin (anak kandung mantan Ketua DPR Ade Komarudin), Dave Akbarshah Fikarno (anak kandung politisi senior Golkar dan mantan menteri Agung Laksono), Adde Rosi Khoerunnisa (isteri Wagub Banten, menantu dari terpidana korupsi Ratu Atut).

Partai NasDem menyumbang nama Prananda Surya Paloh (anak Ketum Partai NasDem Surya Paloh), Percha Leanpuri (anak Gubernur Sumsel Herman Deru). Partai Demokrat di antaranya memiliki Edhie Baskoro Yudhoyono (anak Ketum PD SBY), Didi Irawadi Syamsuddin (anak petinggi PD sekaligus mantan Menkumham Amir Syamsuddin). Partai Gerindra menyumbang nama Muhammad Rahul (keponakan terpidana korupsi M Nazaruddin yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat), Budisastro Djiwandono (anak mantan Gubernur BI Sudrajat Djiwandono sekaligus keponakan Ketum Gerindra Prabowo Subianto). PAN menyumbang nama Hanafi Rais (anak politikus senior Amien rais), PKS memiliki Netty Prasetiyani (isteri mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan), PKB menyumbang Bertu Merlas (adik kandung Gubernur Sumsel Herman Deru).

Tak Bisa Diharapkan

Peneliti Formappi ini berharap anggota DPR RI terpilih 2019-2024 berani menolak Revisi Undang-undang KPK untuk memperbaiki citra buruk peninggalan anggota DPR 2014-2019. Jika tidak, DPR baru tak ada bedanya dengan periode sebelumnya. Lucius menilai, upaya DPR yang saat ini ingin merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi usul inisiatif dari DPR RI adalah sebuah tindakan nekat, sebab dilakukan di akhir masa jabatannya.

“Kalau dalam dua minggu mereka bisa merevisi dua undang-undang ini, apa yang kita harapkan? Dalam lima tahun saja RUU KUHP, RUU PKS enggak selesai-selesai, jumlah korupsi dari DPR jumlahnya hampir sama dengan undang-undang yang disahkan DPR selama lima tahun. Koruptor yang dihasilkan DPR itu sampai sekarang 23 sementara RUU yang dihasilkan sampai hari ini 29,” kata Lucius dalam diskusi “Parlemen Bersih Parlemen Terhormat di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (05/09/2019).

Ia menilai publik tidak bisa berharap banyak selain menanti sikap tegas para anggota dewan yang baru untuk langsung menolak revisi UU KPK tersebut saat pelantikan 1 Oktober 2019 mendatang. “Kita berharap di hari pelantikan pertama anggota dewan yang baru sudah menyatakan sikap menolak revisi kalau belum selesai. Kalau sudah selesai, maka batalkan dan kembalikan undang-undang sebelum revisi,” tegasnya. (D. Ramdani)