Proyek Strategis Nasional Gagal Menarik Investor

104

sironline.id, Jakarta – Alokasi anggaran infrastruktur dari tahun 2015-2019 tumbuh rata-rata 11,8 persen.  Dari rata-rata total anggaran infrastruktur tersebut, 47,3 persen dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat, 39,4 persen dialokasikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan 13,3 persen dialokasikan melalui pembiayaan.

Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (RAPBN) tahun 2020 besaran anggaran infrastruktur diperkirakan mencapai Rp419.240,6 miliar, yang terdiri dari infrastruktur ekonomi sebesar Rp405.120,8 miliar, infrastruktur sosial sebesar Rp8.771,0 miliar, dan dukungan infrastruktur sebesar Rp5.348,9 miliar.

Alokasi tersebut masih kurang, sehingga pemerintah mendorong sumber pembiayaan lain seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)/ Public Private Partnership (PPP) terutama untuk PSN (Proyek Strategis Nasional). Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Nasional (RPJMN) 2015-2019 menetapkan 245 PSN, namun pada tahun 2018 dikurangi menjadi 223 PSN dan terdapat 37 proyek prioritas.

Ariyo Dharma Pahla Irhamna, peneliti INDEF di Center for Investment, Trade and Industry menilai PSN tersebut gagal menarik investor asing dan domestik. Sebab per Maret 2019 realisasi PSN masih sangat rendah, yaitu 20% PSN (45 proyek) yang terealisasi; 12% PSN (25 proyek) dan 1 program ketenagalistrikan, dan 1 program pemerataan ekonomi dalam tahap konstruksi dan mulai beroperasi;  16% PSN (37 proyek) dalam tahap konstruksi dan akan beroperasi di 2019;  29% PSN (66 proyek) dalam tahap konstruksi dan akan beroperasi setelah 2019;  4 PSN (8 proyek) dalam tahap transaksi, dan  19% (42 proyek) dan 1 Program Industri Pesawat dalam tahap penyiapan.

Realisasi 37 proyek prioritas juga rendah. Status proyek prioritas per Mei 2019 adalah 3% (1 proyek) yang selesai; 16% proyek (6 proyek) dalam tahap konstruksi dan mulai beroperasi;  35% (13 proyek) dalam tahap konstruksi dan beroperasi di 2019;  19% (7 proyek) dalam tahap konstruksi dan akan beroperasi setelah 2019;  8% (3 proyek) dalam tahap transaksi; dan 19% (7 proyek) dalam tahap persiapan.

“Rendahnya realisasi proyek infrastruktur karena proyek infrastruktur terjebak pada siklus politik (5 tahunan). Sehingga kualitas desain proyek tidak memenuhi standard internasional (seperti Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 dan lingkungan), lahan belum clear dan clean, administrasi seperti pembebasan lahan, perijinan dan regulasi belum siap,” jelasnya di acara Diskusi Online INDEF bertema Membedah Prioritas Pembangunan 2020, Selasa (27 Agustus 2019).

Ia menilai groundbreaking sudah dilakukan dengan kesiapan proyek yang dipaksakan, contoh kereta api cepat yang dijanjikan akan beroperasi pada 2019. Begitu juga dengan Bandara Kertajati yang sepi dari kegiatan penerbangan komersil, Light Rail Transit (LRT) Palembang yang sepi peminat sebab dibangun bukan untuk mobilitas masyarakat melainkan Asian Games 2018, dan sebagainya.

“Tidak heran, pemerintah melakukan penugasan kepada BUMN dalam melaksanakan proyek-proyek tersebut karena tidak menarik bagi investor asing maupun domestik. Bahkan penugasan tersebut membuat kondisi keuangan BUMN menjadi buruk. Di sisi lain, sangat disayangkan pembangunan infrastruktur transportasi darat masih didominasi oleh pembangunan jalan tol, bukan kereta api. Tahun 2020 akan dibangun jalan sepanjang 837 km; sedangkan kereta api hanya 238,8 km. Seharusnya pembangunan infrastruktur transportasi kereta api yang harus didorong oleh pemerintah. Sebab, kereta api lebih inklusif, efektif dan efisien dalam mendorong mobilitas masyarakat. Tidak heran, negara maju lebih mengutamakan pembangunan kereta api dibandingkan jalan tol,” tambahnya.

Menurutnya peningkatan anggaran infrastruktur bagus, namun akan menjadi sia-sia jika tidak diikuti dengan perencanaan desain proyek yang matang. Sebab tidak menarik bagi investor (asing maupun domestik), sedangkan kemampuan pemerintah sangat terbatas. (eka)