Nita Yudi : Ingin Makin Banyak Wanita yang Jadi Pengusaha

496

sironline.id, Jakarta – Sebagai Ketua dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Nita Yudi ingin semakin banyak wanita yang menjadi pengusaha. Menurutnya wanita yang menjadi pengusaha memberi kontribusi penting pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Fokus Pada Perempuan

Dalam perbincangan, Nita mengatakan saat dari total 260 juta penduduk Indonesia, baru 1.36% yang menjadi pengusaha. “Padahal kalau negara berkembang harusnya 2% ke atas, bahkan Singapura sudah 7%,” terangnya.

Saat itu jumlah pengusaha Indonesia sebanyak 54,4 juta yang bergerak di sector formal dan informal. 49.9 juta adalah pengusaha mikro kecil dan menengah. “60% dari jumlah tersebut, pemiliknya adalah perempuan,” tukas Nita bangga.

Mengutip dari perkataan Madeleine Albright, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, bahwa wanita dalam berbisnis, 90% profit akan kembali ke keluarga dan komunitas. “ Kalau laki-laki hanya 30%. Selain itu wanita pengusaha itu dikenal ulet dan rajin,” ucap ibu dari dua orang anak ini.

Tak hanya itu, salah satu CEO World Bank mengatakan bahwa pengusaha wanita merupakan pengembalian kreditur terbaik. “ Non performing loan 0%. Perempuan itu loyal,” jelasnya.

Dengan melihat beragam keunggulan yang dimiliki kaum perempuan, maka IWAPI terus mendorong, memotivasi, menginspirasi, melakukan pendampingan hingga memberikan pelatihan bagi kalangan pengusaha wanita.  “Dengan perempuan pengusaha yang kembali ke keluarga, maka pengennya pendidikan anak lebih baik, gizi, kesehatan, lingkungan lebih baik, jadi tercipta generasi penerus yang lebih potensi. Selain itu, dengan wanita yang punya duit sendiri, mengurangi terjadi KDRT, akan saling respect antara suami dan istri,” kata wanita yang suka nonton film ini.

IWAPI yang telah berdiri selama 43 tahun ini telah tersebar di 32 propinsi dengan anggota lebih dari 30 ribu orang di seluruh Indonesia. Salah satu perjuangan IWAPI adalah meminta pemerintah untuk menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). “KUR ini mulai ada pada zaman SBY 26%, kemuda kita berteriak, lalu turun. Sekarang menjadi 9%. Kami memang meminta 1 digit. Di Thailand itu pemerintah bisa full support kepada perempuan pengusaha dengan suku bunga KUR hanya 2,5%,” terangnya.

Pelatihan

Nita mengatakan bahwa ragam usaha wanita bisa dimulai dari rumah, misalnya salon, catering dan butik. Karena itu dalam rangka meningkatkan kemampuan para pengusaha wanita, IWAPI memberikan pelatihan dan advokasi. Pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan di setiap daerah. Misalnya di Kalimantan Barat membutuhkan pelatihan tentang teknologi informasi. Atau ada juga daerah-daerah yang membutuhkan pelatihan pengolahan cabai dan pengolahan bawang. Mengenai pelatihan ini IWAPI kerjasama dengan Kementrian Pertanian.

“Tahun 2017 kita bekerjasama dengan Facebook, roadhow ke 9 daerah. Karena sekarang sudah era digital, era global. Kalau hanya konvensional nanti jadi penomton di negara sendri. Dan produk kita harus diperkenalkan sampai ke luar negeri melalui online. Jadi pelatihan mulai dari menyalakan komputer, juga handphone. Lalu bagaimana membuat akun facebook, belajar upload hingga belajar promo di facebook dan Instagram,”ucapnya.

Tak hanya pelatihan, advokasi juga diberikan kepada pengusaha wanita. “Tentang advokasi keuangan misalnya pembuatan kas kecil, lalu advokasi hukum, bagaimana membuat kontrak dan legalitas,” katanya.

IWAPI juga bekerjasama dengan berbagai negara untuk mengembangkan kemampuan para pengusaha wanita. Sejak tahun 2000, bekerjama dengan Negara Kanada. “Kita kirim teman-teman untuk belajar tentang studi kelayakan juga billing management. Ikut pelatihan selama 14 hari, semua ditanggung pihak Kanada. Tahun lalu pelatihan tentang kopi. Kalau tahun ini tentang fashion juga kopi. Kalau Malaysia, kita kerjasama produk. Kita jual produk ke mereka, mereka juga jual produk mereka ke kita. Sedangkan dengan Australia kebanyakan pelatihan. Misalnya pelathan spa, fashion,” kata wanita yang suka wisata kuliner.

Mengenai iklim usaha di Indonesia saat ini, diakui Nita memang ada aturan-aturan pemerintah yang memberatkan dan meringankan, ditambah dengan kondisi ekonomi global.

“Pemerintah terus mencoba memperbaiki, misalnya ijin usaha, dulu bertahun-tahun, sekarang 1 bulan sudah jadi. Kemudian terkait produk halal, misalnya makanan tidak perlu sampai badan POM, cukup perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Ini meringankan pelaku usaha mikro untuk berusaha, dengan adanya KUR. Namun, terganjal dengan tingginya bunga. Lalu hal lain tentang pajak, 1% dari omset untuk Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM). Ini cukup tinggi. Cukup memberatkan. Biasanya itu kan 1% dari profit. Ini yang masih kita perjuangkan. Harapannya pemerintah mendengarkan. Kalau mau jumlah pengusaha bertambah, utamakan pengusaha perempuan. Karena perempuan itu bisa lakukan apa saja,” imbuhnya.

Mengakhiri pembicaraan, Nita membagi tips penting yang harus dimiliki seorang pemngusaha. “Dalam memulai usaha, yang utama bukan modal tapi keahlian apa yang dimiliki. Misalnya masak ga bisa, jahit ga bisa, salon ga bisa, tapi kita lihat ada teman jago masak, kita rekrut, kita yang masarin. Selain keahlian, harus punya networking, karena dengan networking kita bisa lihat peluang apa yang ada.  Dan yang tak kalah penting, pandai melihat peluang,” tutupnya. (des)