GBHN Dihidupkan Lagi, Fahri Hamzah: Tidak Relevan

23
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah usai menghadiri Sidang Tahunan MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/08/2019). Foto Yoga Agusta/Sironline.id)

Sironline.id, Jakarta – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyebut wacana Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kembali dihidupkan tak wajar. Ia mempertanyakan dihidupkannya lagi kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam menetapkan GBHN dengan perubahan sejumlah pasal di Undang Undang Dasar 1945 (UUD 45).

“Bagaimana menghindari jebakan yang begitu detail, sementara kalau dibuat oleh MPR itu tidak mudah diubah. Ini berbahaya ini,” tegasnya di DPR akhir pekan lalu.

Menurutnya, sejak GBHN dihilangkan pada tahun 2000, pemerintah menggunakan dasar pembangunan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dalam bahasan teknisnya.

“Sekarang GBHN itu apa? Kan dibawahnya juga kita sudah ada RPJMN, GBHN itu siapa yang bahas?”  tambahnya.

Fahri mengatakan jika pembahasan dalam GBHN perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini. Menurutnya, wacana GBHN dihidupkan memerlukan kajian lebih mendalam hingga kembali diterapkan di Indonesia. Pasalnya, Fahri berpendapat negara ini sudah cukup teratur dengan Undang- Undang Dasar (UUD) dan Pancasila.

Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Akbar Tanjung  mengatakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilakukan jika ada alasan yang penting. Namun jika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tak punya alasan jelas, maka amandemen tidak perlu dilakukan.

“Kalau seandainya ada alasan-alasan utama dan alasan-alasan penting untuk melakukan amandemen pada masa-masa yang akan datang, ya bisa saja (amandemen),” katanya.

Menurutnya, Pasal 37 UUD 1945 memang membolehkan dilakukannya amandemen. Berdasarkan sejarahnya pun, Indonesia telah melakukan empat kali amandemen UUD 1945, yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Jika amandemen akan dilakukan lagi, menurut Akbar, MPR harus menjabarkan alasan utama, bukti-bukti, serta konstitusi mana yang akan diamandemen.

Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merekomendasikan MPR periode 2019-2024 menyusun sistem Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Rekomendasi itu disampaikan dalam sidang tahunan MPR. Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan, rencana mengembalikan GBHN bukan hanya wacana melainkan sudah menjadi rekomendasi resmi MPR.

“Sudah semuanya. Nanti bahan-bahan itu yang sudah jadi akan kita rekomendasi untuk MPR yang akan datang. Sudah nanti sidang terkahir nih masa jabatan periode ini, 27 September, itulah yang akan kita ketok palu menjadi rekomendasi untuk DPR periode yang akan datang sudah ada bahannya,” jelasnya di Komplek Parlemen Senayan.

“Ini soal keputusan politik, nanti MPR yang akan datang ditentukan oleh 600-700 orang, bukan soal pimpinan saja,” tutupnya.  (D. Ramdani)