Cegah Kanker Rongga Mulut dengan Deteksi Dini Lesi Prakanker 

400

 

Di dunia, angka kematian yang disebabkan kanker rongga mulut sangat tinggi, yaitu 50%. Pada 2012 secara global, tercatat 300.373 kasus kanker rongga mulut dan 145.353 kematian akibat kanker rongga mulut. Lebih dari separuh kanker rongga mulut di dunia terjadi di wilayah Asia, sekitar 11% berasal dari Asia Tenggara.

Di Indonesia, jumlah penderita kanker rongga mulut tercatat 5.329 pada 2012 dan diproyeksikan akan meningkat sebesar 21,5% pada 2021. Faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker mulut antara lain merokok, mengunyah tembakau, konsumsi alkohol, virus, pola makan, dan latar belakang genetik. “Dalam studi kami di Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT), kami menemukan bahwa kebiasaan menyirih dapat menyebabkan kanker mulut,” kata drg. Rahmi Amtha, MDS, Sp.PM, PhD, Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia (ISPMI).

Hasil penelitian di Jakarta dan NTT menunjukkan bahwa penderita kanker mulut terbanyak adalah laki-laki berusia di atas 40 tahun. Sebanyak 64% kanker mulut dapat diawali oleh lesi prakanker yang ditandai dengan perubahan warna. Hal ini jarang disadari oleh penderita karena selain tidak memperhatikan perubahan warna dan tekstur rongga mulut, penderita juga tidak merasakan sakit sehingga gejala awal ini diabaikan.

Tekstur atau tampilan mukosa mulut normal berwarna merah muda dan kenyal. Jika terjadi perubahan warna menjadi putih, merah atau kombinasi keduanya, dapat menjadi petunjuk adanya lesi yang memerlukan perhatian. “Tanda-tanda awal kanker mulut bisa juga dikenali dengan luka yang tidak juga sembuh selama lebih dari satu bulan. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita kanker rongga mulut karena tidak ada rasa sakit dan tidak mengetahui tanda-tandanya,” kata drg. Rahmi.

Di Indonesia banyak ditemukan pasien yang menderita kanker rongga mulut dengan lokasi predileksi di lidah. “Angka bertahan hidup pasien kanker rongga mulut tergolong kecil, di bawah 3 tahun. Apabila lesi prakanker dapat ditemukan dan kemunduran selnya belum terlalu jauh serta respon pengobatan masih baik, angka bertahan hidup pasien dapat meningkat lebih dari 80% atau di atas 5 tahun. Dengan demikian angka kematian dapat diturunkan.”

Masyarakat umumnya tidak mengetahui tanda-tanda awal kanker rongga mulut sehingga baru berobat ketika kanker sudah dalam stadium lanjut. Pasien juga tidak tahu harus berkonsultasi dengan dokter yang tepat disebabkan tanda kanker mulut yang tidak terlihat. Untuk itu, ISPMI tengah melakukan edukasi dan sosialisasi gerakan periksa mulut sendiri alias Samuri. Melalui gerakan ini masyarakat diajak melakukan pemeriksaan mulut secara mandiri dan juga menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik.

“Mulai tahun ini ISPMI melakukan edukasi dan sosialisasi terkait kanker rongga mulut. Salah satunya dengan gerakan Samuri. Melalui gerakan ini masyarakat akan diajarkan bagaimana melakukan periksa mulut secara mandiri dan juga menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik,” tuturnya.