Bariatrik Efektif Turunkan Berat

138

 

Gaya hidup tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik memicu timbulnya berbagai masalah kesehatan dan gangguan metabolik. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, penduduk dewasa di Indonesia berusia di atas 18 tahun yang mengalami kegemukan atau obesitas sebesar 21,8%, meningkat dari data 2013 yang masih 14,8%. Riset yang sama menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular yang terus meningkat, bahkan penderitanya semakin muda usia.

Sejumlah penelitian mengungkapkan hubungan antara obesitas dengan risiko beragam penyakit tidak menular. Obesitas merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan harapan hidup karena meningkatkan risiko munculnya penyakit akibat tingginya kadar kolesterol, diabetes melitus, hipertensi, dan gangguan vaskular lainnya. Obesitas dibedakan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), berdasar empat kategori: berat badan berlebih dengan IMT antara 23-24,9, obesitas tingkat pertama dengan IMT 25-29,9, obesitas tingkat kedua dengan IMT 30-37,4, dan obesitas morbid dengan tingkat IMT 37,5 atau lebih.

Berat badan berlebih yang tidak segera ditangani dapat berkembang menjadi obesitas morbid dengan risiko gangguan kesehatan yang semakin tinggi. Masalahnya, upaya menurunkan berat badan, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sudah diet keras, tidak jarang minum obat yang diklaim bisa menurunkan berat, masih ditambah berolahraga mati-matian, jarum di timbangan tidak juga menunjukkan penurunan. Kalaupun turun, bobot badan akan kembali seperti semula, bahkan lebih berat, setelah beberapa waktu, seperti efek yoyo. Fakta ini membuat banyak penderita obesitas yang merasa frustrasi. Untunglah dunia kedokteran punya solusi.

Dr. dr. Peter Ian Limas, Sp.B-KBD

“Salah satu tindakan untuk mengurangi berat badan adalah bariatrik. Tindakan ini dapat dilakukan bila pasien sudah dikategorikan sebagai obesitas morbid dan memiliki IMT tinggi. Selain diperuntukkan bagi pasien obesitas morbid, bedah bariatrik dapat dimanfaatkan untuk membantu pasien yang memiliki IMT sedang, tetapi berisiko tinggi terhadap penyakit diabetes dan hipertensi,” kata Dr. dr. Peter Ian Limas, Sp.B-KBD, kepada media di Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Butuh Komitmen Kuat

Ditambahkan dokter spesialis bedah konsultan bedah digestif RS Pondok Indah-Pondok Indah itu, meski mampu menurunkan bobot dengan cepat, bariatrik bukanlah peluru emas. Tindakan ini hanya sebagai pendukung. Faktor utama keberhasilan bariatrik adalah komitmen dan konsistensi yang kuat dari pasien untuk mengubah gaya hidup mereka seumur hidup.

Ada tiga jenis tidakan bedah bariatrik yang bertujuan pada hasil akhir penurunan berat badan akibat berubahnya bentuk organ pencernaan pasien sehingga memengaruhi pola makan dan penyerapan di dalam tubuh. Pertama, sleeve gastrectomy, merupakan tindakan memotong lambung pasien kurang lebih sebanyak 85% sehingga ukurannya lebih kecil. Kedua, bypass lambung, merupakan tindakan penggabungan bagian atas lambung dengan usus kecil sehingga makanan tidak lagi melewati lambung dan tidak banyak kalori makanan yang diserap. Ketiga, ikat lambung, merupakan tindakan pemasangan karet pengikat pada lambung yang bersifat adjustable sehingga pasien dapat menentukan berapa banyak porsi makanan yang ingin dikonsumsi.

Sebelum tindakan, dilakukan pemeriksaan awal dengan teknologi skrinning jantung dan USG dengan teropong (endoskopi) untuk melihat kondisi lambung. Pemeriksaan akan menentukan layak tidaknya seseorang menjalani prosedur dan tindakan bedah bariatrik apa yang paling sesuai dilakukan. Pasien diimbau menjalani diet rendah kalori selama sekitar sepuluh hari sebelum tindakan untuk mengecilkan organ hati yang letaknya terkadang menutupi lapangan pandang daerah bedah. Pasien pun diwajibkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi klinik dan spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik dan diabetes pada saat dan sesudah tindakan bariatrik.

“Bedah bariatrik pada pasien obesitas morbid yang membutuhkan penurunan berat badan secara ekstrem, memiliki beberapa kelebihan, salah satunya menurunkan dengan lebih cepat dan relatif menetap. Menggunakan minimal invasive laparoscopy, pasien akan merasakan nyeri yang lebih minimal dan risiko komplikasi tindakan yang lebih rendah sehingga masa rawat inap di rumah sakit lebih singkat. Hari ini operasi, lusa sudah boleh pulang,” katanya lagi. (Est)