Faisal Basri: Investasi di Indonesia Besar, Tapi Hasilnya Kecil

100

sironline.id, Jakarta- Indonesia sebagai negara maritim dan pelabuhan adalah salah satu pondasi yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Namun banyak pelabuhan di Indonesia yang bermasalah. Tidak hanya soal kapal yang banyak dimiliki asing, tetapi juga tata kelolanya. Berbagai tantangan dalam proses pembangunan maupun pengelolaan pelabuhan di Indonesia. Mulai dari ketersediaan lahan, investasi yang besar, penyediaan SDM kemaritiman, hingga sinergi instansi yang terlibat dalam kepelabuhanan.

Ekonom Faisal Basri mengatakan bicara infrastruktur artinya konektivitas dengan kawasan produksi rakyat. Indonesia harus mempercepat pembangunan infrastuktur pelabuhan yang berdaya saing global. Keterlibatan investor dalam proses pembangunan pelabuhan perlu terus didorong melalui berbagai mode Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Ia mengatakan nilai investasi di Indonesia yang setara dengan 32 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) bukan angka yang kecil. Jika dibandingkan negara-negara lain di ASEAN, nilai investasi tersebut cukup tinggi, bahkan termasuk 16 besar dunia. “Pertumbuhan kredit dobel digit dalam 13 bulan terakhir. Investasi Cina di Indonesia naik dari nomor 44 ke nomor 26 di tahun 2019. Kita ini masuk Top 20, dan posisi kita ini meningkat dari 2017 lalu di posisi 18. Jadi investasi kita tidak rendah,” katanya dalam diskusi ‘Menjawab Tantangan Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum’ di Jakarta pada Selasa (23/7/2019).

Namun meskipun tumbuh pesat, investasi tidak kunjung mendorong pertumbuhan ekonomi RI menyentuh angka 7 persen selama 5 tahun terakhir. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen. Menurutnya investasi di Indonesia tidak kecil tapi hasilnya kecil artinya kita membangun tidak efisien. Untuk menghasilkan satu unit barang kita membutuhkan lebih banyak modal padahal dana terbatas, akibatnya harus utang terus.

Utang pemerintah pusat per Maret tahun ini sudah mencapai Rp 4.600 triliun atau 30,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dana APBN relatif sangat kecil untuk pembangunan infrastruktur. Sebagian besar dana APBN digunakan untuk membayar bunga, belanja barang, belanja modal. Sehingga BUMN diberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk membangun infrastruktur. Tak heran jika utang BUMN non finansial sampai bulan Maret 2019 mencapai Rp945 triliun, terjadi kenaikan tajam mulai tahun 2018. Utang BUMN finansial lebih besar lagi mencapai Rp 3.200 triliun. Sehingga pembangunan infrastruktur harus menggunakan semakin banyak partisipasi dunia usaha swasta asing maupun dalam negeri. (eka)