Kemlu Pastikan Pulau Pasir Tidak Pernah Jadi Bagian Wilayah Indonesia

25
peta
Ilustrasi peta Indonesia. (Sumber: Kompas)

Jakarta, SirOnline.id – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memastikan Pulau Pasir tidak pernah menjadi milik Indonesia, termasuk pasa masa Hindia Belanda. Hal tersebut diungkap Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Amrih Jinangkung menyusul adanya seorang warga di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meminta Australia meninggalkan pulau tersebut.

“Jadi wilayah NKRI berdasarkan hukum internasional yang kita sebut asas uti possidetis juris adalah bekas wilayah Hindia Belanda dan dalam konteks ini Pulau Pasir atau Ashmore tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda,” ujar Amrih, dikutip dari Detik, Jumat (28/10).

“Dengan demikian, ketika Indonesia merdeka, ketika Indonesia merdeka, Ashmore tidak pernah menjadi bagian dari wilayah NKRI,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Amrih juga menjelaskan Pulau Pasir tidak pernah masuk dalam peta NKRI. Karena itu, sekali lagi Amrih menegaskan Indonesia memang tidak pernah memiliki atau mengklaim kepemilikan Pulau Pasir.

“Kemudian kalau kita lihat praktik Republik Indonesia sejak atau kita lihat pada misalnya Deklarasi Djuanda tahun 1957, kemudian diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960. Pulau Pasir atau Ashmore tidak masuk dalam wilayah atau dalam peta NKRI sejak 1957, tahun 1960 maupun pada peta-peta yang dibuat setelah itu,” tutur Amrih.

“Jadi dalam konteks ini, memang Indonesia tidak pernah memiliki atau tidak punya klaim terhadap Pulau Pasir atau Ashmore,” tegasnya.

Amrih melanjutkan kawasan perairan Pulau Pasir memang kerap menjadi lokasi nelayan tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) mencari ikan. Hal itu kemudian mendasari pemerintah Indonesia dan Australia menyepakati nota kesepahaman mengenai hak nelayan untuk mencari ikan di perairan tersebut pada puluhan tahun silam.

Baca: Prabowo Optimistis Indonesia Bisa Buat Jet Tempur SendiriĀ 

“Kemudian untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat khususnya nelayan tradisional yang ada di NTT, Indonesia dan Australia membuat perjanjian untuk mengakomodasikan kepentingan mereka itu melalui MoU yang ditandatangani pada 1974. MoU ini kemudian disempurnakan lagi dengan perjanjian tahun 1981 dan 1989, yang kita kenal secara umum sebagai MoU box,” jelas Amrih.

“Di dalam MoU ini diatur mengenai hak nelayan tradisional NTT untuk melakukan kegiatan atau melaksanakan fishing rights di perairan Ashmore dan gugusan pulau-pulau lain di wilayah itu. Nah, memang sejak dahulu menjadi wilayah di mana nelayan tradisional NTT mencari ikan,” tutupnya. (un)