Antisipasi DBD, Dosen ITS Ciptakan Aplikasi e-Jatim Sehat untuk Indonesia

72
Wiwik Anggraeni menunjukkan aplikasi e-Jatim Sehat karyanya bersama tim dosen ITS.

 

Surabaya – Guna mengurangi risiko persebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD) di masyarakat, tim dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan aplikasi bernama e-Jatim Sehat. Ketiga dosen tersebut Wiwik Anggraeni SSi MKom dari Departemen Sistem Informasi, Dr Eko Mulyanto Yuniarno ST MT, dan Prof Dr Ir Mauridhi Hery Purnomo MEng dari Departemen Teknik Komputer.

Wiwik Anggraeni menjelaskan, latar belakang dari penelitian adalah adanya fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita DBD yang tinggi. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, hingga Januari 2019 ada 13.683 kasus dan 133 orang meninggal dunia akibat DBD. “Karena itu, dibutuhkan prediksi persebaran DBD untuk beberapa tahun ke depan agar Indonesia lebih maksimal dalam mengantisipasi persebaran penyakit tersebut,” ujarnya.

Menurut alumnus S1 Sistem Informasi ITS ini, Malang menjadi salah satu kota dengan tingkat DBD yang tinggi. Sepanjang Januari 2019 tercatat 72 orang di Kota Malang telah terjangkit DBD. Wiwik dan tim memilih Kota Malang sebagai percobaan penelitian pertama. “Namun, tidak menutup kemungkinan, aplikasi e-Jatim Sehat dapat diaplikasikan ke berbagai daerah di Indonesia.”

Aplikasi e-Jatim Sehat difungsikan untuk memprediksi, memberikan visualisasi, dan Decision Support System untuk mengurangi persebaran penyakit demam berdarah di Indonesia. Sasaran aplikasi ini, menurut Wiwik, adalah instansi kesehatan seperti Puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah.

“Aplikasi ini nantinya akan memudahkan instansi kesehatan untuk melihat prediksi persebaran DBD hingga beberapa tahun ke depan,” ungkap perempuan ITS asal Madiun ini.

Tampilan data yang ditunjukkan dalam aplikasi e-Jatim Sehat

Penelitian dimulai sejak 2016 bersama timnya dari Sistem Informasi ITS dalam Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) yang dulunya dibawahi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). “Penelitian awal aplikasi ini masih sebatas prediksi dan viusalisasi saja, kemudian sekarang kami kembangkan dengan menambahkan Decision Support System (DSS),” ungkapnya.

DSS merupakan peringatan dan saran yang bisa dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk mengurangi jumlah penyebaran DBD berdasarkan prediksi yang ada. Melalui DSS ini, Dinas Kesehatan dapat lebih siap mengantisipasi dampak dari persebaran DBD yang akan terjadi. “DSS juga disesuaikan dengan jadwal yang tepat bagi Dinas Kesehatan dalam melakukan tindakan antisipasi tersebut,” tutur alumnus S2 Teknik Informatika ITS ini.

Selain memiliki DSS untuk mendukung mitigasi, aplikasi e-Jatim Sehat juga melibatkan banyak faktor dalam memprediksi persebaran DBD sehingga data yang didapatkan lebih akurat. “Faktor tersebut di antaranya iklim, suhu, curah hujan, kecepatan angin, topografi wilayah, dan jumlah penduduk,” imbuhnya.

Tampilan data yang ditunjukkan dalam aplikasi e-Jatim Sehat (2).

Aplikasi e-Jatim Sehat telah diujicobakan ke Dinas Kesehatan di Kota Malang. Wiwik menuturkan, tanggapan masyarakat mengenai aplikasi ini sangat baik. Mereka mengaku terbantu untuk mempersiapakan tindakan antisipasi penyebaran DBD di Kota Malang. “Melalui prediksi yang ada, mereka juga terbantu dalam membuat anggaran, seperti berapa banyak imunisasi yang dibutuhkan, dan yang lainnya,” tuturnya.

Wiwik dan tim berharap, ke depannya aplikasi ini dapat digunakan di semua instansi kesehatan dan mamapu menekan angka penderita DBD di Indonesia. “Intinya, semoga aplikasi ini bisa bermanfaat untuk masyarakat Indonesia,” katanya lagi. (*/est)