Omnibus Law Menghadapi Dua Tantangan

141

sironline.id, Jakarta – Pemerintah ingin menyederhanakan berbagai aturan ke dalam satu undang-undang yang disebut omnibus law. Saat ini Pemerintah sedang mempercepat penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk omnibus law. RUU ini nantinya akan diserahkan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR. Lewat omnibus law, pemerintah bakal merevisi 74 Undang-undang (UU) dalam satu regulasi saja.

Omnibus law akan berisi regulasi tenaga kerja, pembentukan badan usaha, kepailitan, perizinan, pertanahan, tata ruang, hingga lingkungan hidup. Melalui skema hukum ini, Presiden nantinya akan memiliki kewenangan untuk membatalkan Peraturan Daerah (Perda).

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan draft omnibus law tersebut akan segera sampai ke meja DPR. Saat ini, draft omnibus law masih dalam tahap pembahasan di pemerintah dan akan dilanjutkan di parlemen. “Omnibus law yang diproses harapannya bisa dimasukkan sebelum 12 Desember saat DPR reses,” katanya di Jakarta, Selasa (26/11).

Ia berharap investasi ke Indonesia akan meningkat dengan adanya omnibus law. Dengan investasi yang naik dan pengembangan sektor industri berorientasi ekspor, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai angka 5 persen dan jauh dari resesi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai tidak semua jenis pajak dan retribusi harus diurus oleh pemerintah pusat. Misalnya pajak kendaraan bermotor tidak perlu diurus pusat karena  tidak menyebabkan kontraproduktif terhadap investasi. Lain halnya dengan pajak air bawah tanah yang bisa ditangani pemerintah pusat tetapi harus disiapkan instrumen monitoring agar penggunaan pajak air bawah tanah tidak berlebihan. Termasuk untuk tata ruang jangan sampai perijinannya di pusat tapi daerah masih dibebankan untuk mengurus kewenangannya. Selain itu jangan sampai potensi pendapatan daerah menjadi berkurang

Ia menambahkan pembahasan RUU untuk Omnibus Law ini membutuhkan waktu lama dan tidak cukup dalam waktu satu tahun karena terlalu banyak. “Ada dua tantangan yang dihadapi dalam rasionalisasi 74 UU, pertama secara kelembagaan ketika UU ditarik ke pusat apakah sudah siap. Kedua, ketika UU ditarik ke pusat akan ada semacam kekosongan hukum pasal- pasal yang ditarik sehingga perlu sinkronisasi undang-undang yang ditarik. “Harus ada revisi undang-undang asalnya. Kalau tidak ada revisi, posisinya aneh. Antar undang-undang itu saling berkaitan,” ujarnya.

Omnibus law ini diharapkan mendorong investasi. Saat ini investasi yang masuk ke Indonesia lebih banyak ke sektor tersier dan padat modal. Selain itu kualitas investasi yang masuk tidak terlalu cepat mendorong pertumbuhan ekonomi. “Ini menjadi masalah karena seharusnya investasi yang masuk itu padat kerja, labour intensif atau  berada pada daerah-daerah yang cepat mendorong perekonomian,” tegasnya.  (eka)