Pertumbuhan Sektor Transportasi Udara Turun Drastis Triwulan II 2019

319

sironline.id, Jakarta – Ekonomi Indonesia pada triwulan II 2019 sebesar 5,05% yoy, tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan I sebesar 5,07% yoy dan triwulan II 2018 sebesar 5,27% yoy, padahal ada momentum puasa dan lebaran di triwulan II.

Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif INDEF mengatakan pada triwulan II 2019 pemerintahan Jokowi, ada pelemahan struktur ekonomi yang sangat fundamental. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan secara sektoral penurunan pertumbuhan di triwulan II 2019 disebabkan oleh beberapa sektor. Di sektor transportasi dan pergudangan triwulan II 2018 mencapai 8,70% namun sekarang hanya 5,78%. Sektor industri pengolahan di triwulan II 2018 sekitar 3,88% turun menjadi 3,54%. Sektor lainnya adalah pengadaan listrik dan gas di triwulan II 2018 sebesar 7,56% turun menjadi 2,2%. Sektor pertambangan dan penggalian juga menurun di triwulan II 2018 sebesar 2,65% menjadi -0,71%.

“Sektor transportasi yang turun drastis adalah transportasi udara yang efeknya tidak sebentar. Tiket masih jadi persoalan utama kita di kuartal II kemarin, bahkan ada Lebaran dan sebagainya karena tiket masih mahal tidak menggerakkan sektor transportasi. Ini problem serius dan harus segera diselesaikan,” jelasnya dalam Press Conference “Byar Pet” Pertumbuhan Ekonomi: Respon Kinerja Ekonomi Triwulan II 2019, Rabu (7/8/2019).

Ia menjelaskan transportasi udara pertumbuhannya turun menjadi sebesar -13,77% (kuartal II 2019), atau jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar 9,58%. Pertumbuhan transportasi udara yang menurun tercermin dengan merosotnya angka penumpang pesawat sepanjang semester pertama tahun ini. Tercatat sejak Januari-Juni 2019 jumlah penumpang pesawat rute domestik hanya mencapai 36,5 juta penumpang, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 45,9 juta penumpang.

Menurutnya beberapa kebijakan pemerintah untuk menekan harga tiket pesawat seperti penurunan tarif batas atas atau penyediaan tiket murah jadwal tertentu, masih belum begitu terasa dampaknya. Namun pemerintah masih perlu menjaga kebijakan-kebijakan tersebut sampai akhir tahun ini agar mampu memperbaiki sektor transportasi udara. Sebab, meski belum begitu terasa dampaknya, terlihat ada peningkatan jumlah penumpang pesawat pada Juni 2019 sebesar 33,55 persen dari bulan sebelumnya. “Menurut saya, kebijakan tersebut seharusnya dipermanenkan sampai 6 bulan. Karena kalau nanti kebijakan dicabut, ekonomi belum normal maka akan berdampak lagi,” jelasnya.

Ia menambahkan, turunnya pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian disebabkan melemahnya pertambangan minyak, gas dan panas bumi serta meredupnya pertambangan biji logam. Biji logam sebagai bahan baku industri baja tidak terserap dengan baik sebagai akibat kisruhnya industri baja dalam negeri maupun meningkatnya impor besi dan baja.  Faktor harga dunia juga mempengaruhi sub sektor pertambangan minyak, gas dan panas bumi.

Pengadaan listrik dan gas menurun karena melemahnya pengadaan gas. Pengadaan gas yang turun sebagai akibat terjadinya penggunaan gas pada industri melemah karena produksi menurun. Sementara itu industri pengolahan seperti industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, dan sebagainya terdampak oleh melemahnya permintaan ekspor serta munculnya persaingan barang impor di pasar domestik. (eka)