Pakar Hukum Tata Negara: Presiden Bukan Simbol Negara

617

 

Sironline.id, Jakarta – Pengamat politik Rocky Gerung disebut politisi PDIP Junimart Girsang telah melakukan pelecehan terhadap simbol negara dengan mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak paham Pancasila.

“Pancasila itu sebagai ideologi gagal. Karena bertentangan sila-silanya. Saya pernah tulis risalah panjang lebar di Majalah Prisma dengan riset akademis yang kuat bahwa Pancasila itu bukan ideologi dalam pengertian akademik. Dalam diskurs akademis. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, mengakui bahwa perbuatan manusia hanya bermakna kalau diorientasikan ke langit. Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Apa dalilnya bahwa saya boleh berbuat baik tanpa menghadap langit, itu namanya humanisme. Lalu saya berbuat baik supaya masuk surga, artinya kemanusiaan saya itu palsu. Sila kelima Keadilan Sosial. Versi siapa? Liberalisme? Libertarianisme. Orang boleh isi sila kelima itu dengan marxisme, boleh saja. Diisi dengan Islamisme boleh saja. Karena tidak ada satu keterangan final tentang isi dari Keadilan Sosial itu,” kata Rocky di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One, Selasa (03/12/2019) malam.

Rocky kemudian mengatakan bahwa tidak ada orang yang Pancasilais di Indonesia, termasuk Presiden Jokowi. Dia menilai, Jokowi hanya hafal Pancasila namun tak memahaminya. “Saya tidak pancasilais, siapa yang berhak menghukum atau mengevaluasi saya? Harus orang yang pancasilais, lalu siapa? Tidak ada tuh. Jadi sekali lagi, polisi pancasila, presiden juga tak mengerti pancasila. Dia hafal tapi dia nggak ngerti. Kalau dia paham dia nggak berutang, dia nggak naikin BPJS,” imbuhnya.

Mendengar hal tesebut, anggota parlemen yang berlatar belakang pengacara ini akan melaporkan ahli filsafat Universitas Indonesia ini ke pihak kepolisian. “Presiden Jokowi dari PDIP dan atas seizin pengurus, saya akan melaporkan (Rocky Gerung) karena sudah menghina simbol negara,” kata Junimart. “Sejak kapan Presiden jadi simbol negara,” kata Rocky menimpali.

Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin yang hadir dalam acara tersebut meluruskan pernyataan politisi PDIP Junimart Girsang. “Simbol Negara menurut UU (UU No.24 Tahun 2009) hanya Bendera, Bahasa dan Lambang Negara. Presiden bukan simbol negara. Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Orang bisa mengkritik presiden, karena presiden sebelum dia bekerja kita sudah siapkan gaji, pakaian, semuanya, tidak perlu pikir apa-apa, pokoknya kita siapkan semuanya, tapi anda harus siap kita kritik. Ini yang harus dipahami. Jadi orang bisa silakan untuk mengkritik presiden,” tegas Irman Putra Sidin.

Menguatkan Irman, Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menegaskan presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, bukan simbol negara.  Hanya negara monarki feodal menempatkan kepala negara sebagai simbol negara. “Dalam konteks negara modern, kepala negara hanya menjalankan tugas-tugas kenegaraan, bukan simbol. Itu perdebatan yang sudah usang,” kata Bivitri di dalam diskusi RKUHP Ancam Demokrasi? di Jakarta Pusat.

Kedudukan presiden dalam sistem negara modern saat ini tidak lagi menjadi simbol negara. Presiden hanya menjalankan dan menyelenggarakan tugas kenegaraan. Pasal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden kembali muncul di dalam Rancangan KUHP (RKUHP) yang sedang dibahas DPR RI. Pasal ini telah dianulir di 2006 atas gugatan beberapa aktivis yang melakukan protes kepada Presiden SBY.  Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menganulir pasal 134 tentang penghinaan kepada presiden dan wakil presiden tahun 2006. Melalui putusan itu, MK menegaskan protes kepada kepala negara tidak sama dengan menghina simbol negara. “Simbol negara itu yah bendera, lambang dan lainnya,” tutup Bivitri.

Staf Khusus Presiden Dini Shanti Purwono mengatakan tak ada gunanya menanggapi Rocky Gerung yang menyebut Presiden Joko Widodo tak memahami nilai-nilai Pancasila. Ia menyebut tak ada substansi untuk merespons pernyataan Rocky tersebut. “Tidak ada gunanya kami menanggapi. Jadi biarlah masing-masing punya pendapat masing-masing,” kata Dini saat dikonfirmasi, Rabu (04/12/2019). Dini menyatakan masyarakat sendiri yang nantinya akan menilai pernyataan Rocky tersebut. “Mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang betul-betul nasionalis dan berbuat untuk negeri ini, mana yang hanya cari panggung dan hanya memikirkan dirinya atau kelompoknya sendiri,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai kacamata Rocky Gerung buram menilai Presiden Joko Widodo tak paham nilai-nilai Pancasila. Moeldoko menyebut Rocky juga tak tepat mengaitkan Pancasila dengan keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. “Saya pikir itu cara menilainya itu, kacamatanya buram,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (04/12/2019). Moeldoko menyebut Rocky salah menilai Jokowi tak paham Pancasila. Ia menyatakan Jokowi sendiri baru saja memberikan pengarahan dalam Internalisasi dan Pembumian Pancasila, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (03/12/2019). “Internalisasi pancasila itu sudah kelas yang paling tinggi. Jadi kemarin beliau sudah mengajarkan internalisasi Pancasila itu sudah kelas yang paling tinggi,” tutupnya. D. Ramdani