Pelaku Bisnis Fashion Harus Buat Produk Sesuai Kebutuhan Konsumen

41
Agung HIT selaku Fashiontrack Mentor & Corporate Fashion Business dalam acara fashion coaching clinic dengan tema How to Sell Your Fashion Offline & Online yang berlangsung di Jakarta Fashion Hub, Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat.

Jakarta, SirOnline.id – Pada 30 Mei 2023, Jakarta Fashion Hub dan Fashiontrackk.id menggelar fashion coaching clinic dengan tema How to Sell Your Fashion Offline & Online yang berlangsung di Jakarta Fashion Hub, Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat.

Kesempatan ini yang membuat Indah Warsetio sebagai Fashion Mentor dan Co-founder Fashiontrack untuk terus mengupayakan rutin dalam memberikan edukasi fashion bisnis “Indonesia memiliki potensi kreatifitas pelaku fashion tanah air. Bersama-sama kita membuat ekosistem yang baik mulai dari mengedukasi, mengkurasi dan memfasilitasi bisnis fashion anak bangsa dengan harapan membawa nama Indonesia di kancah dunia,” jelas Indah diawali membuka acara pelatihan fashion bisnis.

Acara ini menghadirkan 2 pembicara utama yakni Agung HIT selaku Fashiontrack Mentor & Corporate Fashion Business dan Zoey Rasjid selaku Head of Marketing Communication Asia Pasific Rayon.

Saya memiliki kesempatan khusus berbincang dengan keduanya. Dalam pandangan Agung HIT, bahwa bisnis fashion memiliki market size yang sangat besar. Agung memberi contoh, orang terkaya nomor satu di dunia hari ini yaitu Bernard Arnault, pemilik brand Louis Vuitton. Arnault menggeser posisi Bos Tesla dan Twitter Elon Musk sebagai orang nomor satu terkaya di dunia. “Fashion itu dipakai setiap hari. Karena fashion itu telah menjadi kebutuhan dasar. Kalau dalam sandang, itu ada kosmetik dan fashion,” terang Agung.

Dengan melihat ceruk pasar yang sangat besar, maka pelaku usaha di bidang fashion bisa membuat produk sesuai kebutuhan konsumen.

Ada 3 hal penting menurut Agung yang harus diperhatikan pelaku usaha. Pertama, pelaku usaha harus tahu kapasitas yang dimilikinya. Kedua, harus tau customers kita. “Seberapa kenal kita sama market kita, jadi kita bisa buat sesuai dengan yang market mau,” tutur Agung.  Ketiga, harus tau siapa kompetitor kita. “Dengan kita mengetahui market yang kita tuju, maka kita ambil diferensiasi di posisi  tersebut. Misalnya kita tidak membuat produk dengan volume besar tapi kita menggunakan bahan yang mudah didapat juga yang ramah lingkungan. Itu menjadi kekuatan produk yang dibuat,” ujar Agung.

Pelaku usaha juga harus menentukan segmentasi market yang dituju. “Kalau kita memilih kelas menengah atas, maka volume produksi sedikit tapi untung besar. Lalu  kalau menengah bawah, untung dikit tapi volume besar. Jadi tinggal kita milih, berdasarkan kekuatan,” ucapnya.

Nah, pesan Agung bagi pelaku usaha, semua produk yang dibuat, harus dimulai dari customers. ”Jadi jangan bikin produk yang gue banget tapi gak ada yang beli. Atau membuat produk hanya karena tren. Nanti kita capek karena ikutan tren,” jelas Agung.

Sementara Zoey menjelaskan bahwa bisnis fashion bisa mendatangkan devisa yang besar untuk pemerintah. “Kita tuh beda dengan Thailand. Di sana itu desainer baru itu dibantu sama pemerintah,” tutur Zoey.

Lalu apa teknik marketing yang tepat untuk pemula? “Kalau pebisnis pemula dengan budget, maka marketing secara online adalah jalan terbaik yang bisa dipilih saat ini. Namun, kekurangan penjualan secara online adalah tidak ada sentuhan personal. Hal ini membuat brand owner juga tidak mengenal customer mereka, jika hanya online. Namun, setelah brand berkembang dan kuat, maka pelan-pelan harus investasi ke offline store. Mungkin gak harus langsung punya offline store sendiri, tapi bisa kolaborasi store dengan beberapa brand,” tukas Zoey.

Zoey mengakui biasanya desainer baru, mereka mengerti bagaimana harus membuat inovasi. Hal ini berbeda dengan desainer mapan, mereka susah menerima sesuatu yang baru. “Aku lihat desainer-desainer baru ini bisa membuat peluang dan mereka berpikir out of the box. Hal inilah membuat fashion bisa berkembang,” katanya.

Lalu pasar terbesar fashion Indonesia di usia berapa? “Dari usia 20-35 tahun. Mereka kerja lebih stabil sehingga mereka punya buying power untuk fashion mereka,” pungkasnya.  (des)