Bikin Ribet Konsumen dengan Aplikasi MyPertamina, Konsumsi BBM Bersubsidi Malah Tak Terkendali

18
SPBU
SPBU. (SirOnline/Dumaz Artadi)

Jakarta, SirOnline.id – Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi makin tak terkendali, seperti halnya konsumsi BBM jenis Pertalite maupun solar menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.

Hingga Juli 2022 realisasi penyaluran untuk BBM jenis Pertalite dan Solar subsidi masing-masing sudah mencapai 70 persen dari kuota yang ditetapkan.

Tanpa adanya pengendalian, sudah dapat dipastikan alokasi subsidi dan kompensasi energi pada tahun ini akan melampaui pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Terlebih, jika perkembangan harga minyak mentah dunia terus menanjak di atas US$100 per barel yang diikuti dengan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, tentunya dapat memberikan tekanan terhadap APBN.

Padahal, pemerintah sebelumnya telah merevisi alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini menjadi sebesar Rp502 triliun yang terdiri dari subsidi energi sebesar Rp208, 9 triliun, kompensasi energi sebesar Rp234, 6 triliun, dan kurang bayar kompensasi energi 2021 sebesar Rp108, 4 triliun.

Berdasarkan catatan PT Pertamina (Persero), penyaluran BBM jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kiloliter (kl).

Artinya, kuota BBM bersubsidi hanya tersisa 6,2 juta kl dari kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kl pada tahun ini.

Realisasi penyaluran Solar bersubsidi hingga Juli 2022 juga sudah mencapai 9,9 juta kl dari kuota tahunan yang ditetapkan 14,9 juta kl.

Pertamina mengklaim, sudah melakukan berbagai upaya agar penyaluran BBM bersubsidi menjadi tepat sasaran, salah satunya dengan melakukan edukasi agar masyarakat mampu tidak menggunakan BBM bersubsidi.

Perusahaan itu bahkan disebut telah mengumpulkan data konsumen yang berhak mendapatkan subsidi melalui aplikasi MyPertamina, tetapi rencana pengendalian tersebut masih terganjal karena belum adanya payung hukum yang mengatur tentang siapa saja yang berhak menerima BBM bersubsidi.

Sampai saat ini, revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang diharapkan dapat dengan tegas menetapkan kelompok masyarakat yang berhak menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite tak kunjung terbit.

Padahal, jelas-jelas revisi perpres itu diperlukan agar penyaluran Pertalite dan Solar menjadi lebih tepat sasaran, mengingat selama ini pemerintah hanya mengatur pendistribusian untuk Solar, sedangkan Pertalite dilepas ke mekanisme pasar layaknya BBM nonsubsidi lainnya.

Dilansir dari Bisnis Indonesia, Jumat (12/8) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap berharap agar Pertamina betul-betul mengendalikan volume penyaluran BBM bersubsidi.

Hal itu dilakukan agar APBN tidak terpukul karena peningkatan volume penyaluran BBM dapat menyebabkan alokasi subsidi dan kompensasi energi melampaui pagu anggaran APBN yang sebesar Rp502 triliun pada tahun ini.

“Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua,” kata Sri.

“Kemenkeu bersama dengan Pertamina, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM, tengah berupaya mencari langkah-langkah untuk mengamankan rakyat, ekonomi, dan APBN,” kata dia.

Potensi jebolnya kuota subsidi BBM pada tahun ini, sebenarnya sudah jauh-jauh diproyeksikan bakal terjadi jika pemerintah tidak segera melakukan pengendalian.

Sebagai gambaran, sejak kenaikan harga Pertamax per 1 April 2022 dari Rp9.000 per liter menjadi Rp12.500 hingga Rp13.000 per liter, sedangkan Pertalite tetap di angka Rp7.650 per liter.

Pertamina mencatat rata-rata konsumsi Pertalite secara nasional hingga Mei 2022 mencapai sekitar 80 persen. Sementara itu, rata-rata konsumsi Pertamax hanya berkisar di angka 19 persen.

Dengan kata lain, konsumsi Pertalite menjadi tidak terkendali karena terjadinya perubahan perilaku masyarakat yang beralih dari Pertamax ke Pertalite yang memiliki kadar oktan (research octane number/RON) 90 itu.

Meskipun sebenarnya ada opsi penyesuaian harga BBM subsidi yang dinilai bisa membantu mengurangi beban subsidi dalam APBN, tetapi pemerintah enggan mengambil opsi tersebut.

Baca: Beli BBM di SPBU Pakai Aplikasi MyPertamina, Awas Banyak Aplikasi Versi Mod!

Daripada harus menelan pil pahit dengan melakukan penyesuaian harga BBM, pemerintah lebih memilih untuk menambah belanja APBN karena pemberian subsidi energi, terutama untuk BBM, LPG, dan listrik dinilai cukup ampuh meredam inflasi, pengangguran, hingga kemiskinan.

Terpisah, Ketua DPR RI Puan Maharani juga meminta, agar pemerintah menyiapkan rencana cadangan atau dalam menghadapi kondisi kritis kuota BBM bersubsidi, khususnya Pertalite.

“DPR berharap pemerintah bergerak cepat menyiapkan rencana cadangan saat kuota Pertalite benar-benar kritis,” kata Puan. (irv)