Hadapi Ketidakpastian Kapan Pandemi Akan Berakhir dengan Kesadaran Diri

149

 

Ketidakpastian mengenai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir dan kehidupan berlangsung normal kembali nyata sudah memicu stres pada banyak orang. Memasuki minggu kedelapan kegiatan WFH dan psychical distancing, banyak anggota masyarakat yang sudah memperlihatkan kegelisahan. Banyak dari mereka kembali turun ke jalan karena merasa cemas, sedih, stress, bingung, takut, dan marah dalam kondisi yang tidak menentu.

“Itu adalah proses alamiah, di tengah situasi yang tidak menentu, otak mengeluarkan hormon kortisol yang memicu reaksi di antaranya jantung berdebar lebih kencang, napas sesak, pencernaan terganggu, otot tegang. Semua itu merupakan reaksi distress. Kebalikan dari distress, stress hal yang wajar dialami semua orang, asal kita mampu mengendalikan,” kata dr. Fidiansjah Sp.KJ, MPH, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, dalam instagram live, Rabu (6/5/2020).

Berdasar Badan Kesehatan Dunia (WHO), tanda orang sehat di antaranya adalah tahu cara mengelola stress. Dirinya menyarankan untuk mulai berbicara dengan orang-orang yang dipercaya, keluarga, atau teman dengan tetap menjaga psychical distancing.

Lebih dari itu, disarankan untuk membatasi paparan informasi yang berlebihan. Berita-berita yang belum diketahui kebenarannya bisa menimbulkan kecemasan. Ambil jarak sejenak akan baik untuk kesehatan jiwa. Dapatkan informasi hanya dari sumber akurat dan terpercaya. Kalau stress karena tahu jumlah pasien Covid-19 terus bertambah, usahakan tidak usah mencari informasi tersebut setiap hari.

“Batasan untuk tinggal di rumah memang masa-masa yang berat, terutama buat orang-orang yang suka bersosialisasi. Dua minggu pertama mungkin banyak orang yang gembira karena bisa bebas dari rutinitas, tetapi semakin ke sini, sudah banyak orang yang istilahnya mati gaya dan berakibat mereka mulai memperlihatkan rasa cemas karena bagaimanapun orang pada dasarnya butuh kontak sosial,” kata Reza Gunawan dalam instagram live bertema “Thinkwell: Menciptakan Kebiasaan yang Mindful untuk Hidup Terasa Lebih Baik, dan Berdamai dengan Ketidakpastian,” yang digelar Selasa (5/5/2020).

Dikatakan, punya rasa cemas adalah wajar dalam kondisi sekarang, tetapi kita harus menyiasatinya karena bukan hanya memengaruhi kesehatan jiwa, tetapi juga raga. Sebagai penawar, Reza menyatakan pentingnya kesadaran alias mindfulness, yakni memusatkan perhatian sedemikian rupa, menghayati apa yang sedang dilakukan sekarang, tanpa melakukan penilaian. “Jangan memikirkan yang lalu ataupun besok, mulailah dengan berpikir, sini dan kini,” ujarnya.

Praktik mindfulness adalah salah satu kunci menghindari dan mengatasi rasa cemas, maupun stres. Mindfulness atau kesadaran diri akan momen di depan mata layaknya pelampung, dapat menolong agar kita tidak terhanyut akibat derasnya arus pikiran. Menjadi pribadi yang penuh kesadaran sebenarnya sangat sederhana, tetapi membutuhkan komitmen serta latihan.

Reza mencontohkan gerakan yang sangat sederhana, yang disebutnya “Gerakan Napas Kaki”. Gerakan ini bisa dilakukan kapan saja, bisa sambil duduk atau berbaring. “Saya biasa melakukannya sebelum tidur dan jadi malah bisa tidur nyenyak. Caranya berbaring rileks, tarik napas sambil merasakan aliran udara berada di puncak kepala. Lalu perlahan embuskan napas sambil merasakan aliran darah menuju kaki. Lakukan selama lima kali hitungan,” ujarnya. (Esti)