Politik Merangkul dan Distribution of Power Jadikan Politik Indonesia 2020 Stabil

89

Sironline.id, Jakarta – Tahun 2020 hanya tinggal hitungan hari. Berbagai harapan tercurah agar Indonesia menjadi jauh lebih baik di tahun 2020. Indonesia yang lebih damai tak lepas dari pengaruh dunia perpolitikan tanah air. Lantas seperti apa prediksi peta politik Indonesia di tahun 2020?.

Meneropong situasi perpeolitikan tanah air di tahun 2020, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin mengatakan sangat dipengaruhi oleh situasi ekonomi. Menurutnya jika ekonomi Indonesia stabil, maka situasi politik pun akan cenderung stabil. Hanya saja ia mencemaskan imbas dari resesi global pada ekonomi Indonesia. Namun ia menegaskan, jika hal tersebut tidak terjadi, maka situasi politik akan senantiasa terjaga.

Menurutnya stabilnya suasana perpolitikan Indonesia di tahun 2020 tak lepas dari kekuatan koalisi di parlemen yang sebagian besar mendukung pemerintahan Joko Widodo-Marif Amin. “Yah lima tahun ke depan saya rasa akan lebih stabil ya, terlebih pasca oposisi bergabung dengan koalisi pemerintah,” jelasnya.

Gabungnya Gerindra dalam Kabinet Indonesia Maju telah meruntuhkan rivalitas pada pemerintahan yang cukup kuat saat kampanye Pilpres  lalu. Senada dengan Ujang, pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan seituasi politik Indonesia di tahun 2020 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tak lepas dari cerdiknya pemerintahan Jokowi mengelola kepentingan politik dengan sangat baik. Bukan hanya melakukan komposisi distribution of power yang cukup baik yang memfasilitasi kepentingan politik demi mendukung pemerintah, Jokowi sendiri cerdik merangkul rivalitasnya saat pilpres 2019 yang memiliki kekuatan yang sangat kuat.

“Saya rasa dengan bergabungnya Gerindra dan ditunjuknya Prabowo ditempatkan pada posisi yang sangat strategis sebagai menteri pertahanan dan keamanan setidaknya dapat merangkul 60 juta pemilih lebih pemilih Prabowo pada Pilpres lalu yang memiliki power yang cukup kuat. Hal ini akan berbeda jika Jokowi tidak merangkul rivalnya dan melakukan distribution of power dalam kabinet pemerintahan jilid 2,” paparnya.

Menurutnya politik tak lepas dari distribution of power, tapi hal ini jangan diartikan sebagai bagi-bagi posisi. Menurutnya, sistem distribution of power diyakini akan memfasilitasi kekuatan politik yang harus dikelola dengan baik demi kelancaran pemerintahan. “Jikapun ada riak-riak kecil dari segelintir politisi dalam koalisi, lebih ingin menunjukkan pada masyarakat jika partainya tetap bersama rakyat, meski berada di dalam pemerintahan,” jelasnya.

Terjaganya kestibilan politik di Indonesia tentu akan berdampak baik pada berbagai sektor sosial, hukum, ekonomi, investasi, pembangunan infrastruktur, serta pertahanan dan keamanan. Tentu jika hal ini terwujud diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik lagi. Meski demikian, Ujang mengatakan, kestabilan politik yang terjaga tak musti menghilangkan hak rakyat untuk menunjukkan haknya untuk menyuarakan kebenaran. Artinya Ujang menegaskan jika parlemen disii 85% partai koalisi tetap saja akan ada segelintir politisi yang kritis seperti halnya di era pemerintahan SBY lalu dimana PKS ikut mengkritisi sejumlah kebijakan utamanya 2 tahun menjelang penggantian rezim.

“Saya juga tak menutup mata jika di 2020 masih ada segelintir masyartakat yang kurang puas dengan keputussan RUU KUHP maupun pemerantasan korupsi di Indponesia. Meski ada letupan, sara rasa tak akan sebesar saat pilpres kemarin. Baiknya sih pemerintah menampung aspirasi rakyat sehingga rakyat merasa didengar dan mendapatkan keadilan yang sama,” urai Ujang.

Lebih lanjut Emrus menambahkan jika adanya aksi unjuk rasa maupun demonstrasi yang disampaikan masyarakat ke depan harus dimaknai sebagai demonstrasi yang produksif yang berarti guna membangun pemerintahan agar menjadi lebih baik.

“Saya harap para menteri jangan tipis kuping, jika tujuannya membangun Indonesia lebih baik lagi. Misal saja jka terjadi demo BPJS Kesehatan saya rasa itu bentuk harapan rakyat agar negara benar-benar mampu memberikan jaminan sosial kemasyarakatan. Menurut saya BPJS bisa saja tidak naik jika pemerintah mampu memberantas korupsi hingga penyalahgunaan wewenang di Kementrian dan lembaga termasuk BUMN yang ujungnya merugikan negara,” tambah Emrus.

Nah agar pemerintahan Jokowi berjalan lebih baik ke depan, Ujang mengharapkan Jokowi mampu merealisasikan janji-janjinya pada masyarakat serta bekerja dengan sebaik mungkin demi kesejahteraan rakyat. Sementara itu Emrus berharap agar pemerintahan Jokowi mampu merangkul pihak-pihak yang dianggap bersebrangan dengan pemerintahan.

“Saya sarankan Jokowi bukan hanya merangkul Prabowo, tapi juga merangkul pentolan FPI, Habib Riziq Sihab, ulama, umat yang tergabung dalam solidaritas 212. “Jika semuanya bisa dirangkul dengan taktik politik kompromi tentu akan bagus dan menciptakan Indonesia yang damai dalam kebersamaan  dan saling mendukung demi berjalannya roda pemerintahan,” ungkapnya. (D. Ramdani)