Harap Kepastian Hukum Dalam Digitalisasi Pemilu, KPU Dorong e-Rekap pada Pilkada 2020

80

Sironline.id, Jakarta – Jelang Pilkada serentak yang akan dilaksanakan tahun 2020, penyelenggara negara dalam hal ini KPU dan Bawaslu mendorong pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ketua Bawaslu Abhan mengatakan jika KPU tidak melarang mantan koruptor maju di Pilkada serentak 2020. Pasalnya aturan tersebut dapat dipatahkan apabila DPR merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Kami kira ini yang perlu di dorong parlemen ya, agar persoalan itu dinormakan di undang-undang. Karena hak politik itu hanya bisa dicabut dengan dua hal, putusan peradilan ataupun di undang-undang, iya harus dinormakan di undang-undang. Ya kita dorong politisi Senayan sekarang untuk dinormakan, diundang-undangkan,” ujar Abhan pada Seminar Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia dengan tema ‘Evaluasi Pemilu Serentak 2019’, di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Abhan mengatakan dalam aturannya, hanya dua hal yang melarang seseorang untuk mencalonkan diri untuk maju di Pilkada. Aturan tersebut tidak melarang eks koruptor. Abhan menyebut revisi terbatas UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tergantung kesiapan anggota DPR.

“Ini kan ketentuan di undang-undangnya demikan hanya dua yang dilarang itu, bandar narkoba sama kejahatan terhadap anak, itu dua,” tambahnya.

Lebih lanjut ia mengatakan hal lain yang dapat direvisi dalam UU tersebut terkait e-rekap dan syarat calon dan sebagainya. Abhan mengatakan KPU saat ini tengah mendorong e-rekap pada Pilkada 2020. Menurutnya dengan sistem e-rekap pada Pilkada 2020 dapat memudahkan pekerjaan administrasi dan memangkas waktu dalam rekapitulasi hasil pemungutan suara. Namun e-rekap tersebut harus dinormakan di dalam undang-undang supaya ada kepastian hukum.

“Sama halnya saat ini KPU ingin mendorong di dalam Pilkada 2020 adanya e-rekap. E-rekap agar tidak banyak waktu yang dibutuhkan dan juga mengurangi soal misalnya akibat begitu tingginya kerjaan administrasi kemudian petugas KPPS sampai meninggal didorong untuk dilakukan e-rekap,” ujar Abhan.

Ia mengatakan e-rekap dapat mengalami masalah hukum karena tidak ada undang-undang yang mengaturnya. KPU dinilai akan mendapatkan masalah apabila ada pihak yang menuntut e-rekap itu. Karena itu, Bawaslu menilai perlu adanya undang-undang yang mengatur soal e-rekap tersebut sehingga ada kepastian hukum dalam digitalisasi pemilu.

“Jadi catatan kami adalah bagaimana undang-undang menjamin kepastian hukum di dalam proses digitalisasi administrasi pemilu,” sebut Abhan.

Selain itu Ketua Bawaslu juga meminta penguatan kewenangan penjatuhan sanksi pelanggaran administratif dibanding sanksi pidana di Pemilu ke depan. Ia menilai penjatuhan sanksi administratif lebih memerlukan waktu singkat daripada proses pidana.

Sebab dalam kasus pidana, unsur kejaksaan dan kepolisian juga turut terlibat. Sehingga dipastikan proses penyelesaian perkara bakal memakan waktu lebih panjang. Menurutnya, lebih baik, pemerintah memberikan kewenangan lebih luas lagi kepada Bawaslu, agar proses pidana yang sedemikian panjangnya bisa dipangkas lewat proses satu komando.

“Itu nanti diberikan kewenangan oleh Bawaslu untuk menilai dan memberikan sanksi administratif karena kalau pidana proses yang panjang, (libatkan) polisi dan jaksa penuntut umum,” ujarnya.

Upaya satu komando ini disebutnya juga akan berdampak pada keringanan kerja Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab perkara tersebut bisa langsung ditangani oleh Bawaslu pada tahap pertama. Abhan pun mengungkap sengketa Pemilu di MK pada 2019 berkurang jauh dibanding tahun 2014.

“Kami kemarin melakukan kewenangan penanganan administratif dalam proses pemilu bisa mengurangi sengketa hasil ke MK. Jadi pada 2014, peserta pemilu ada 14 waktu itu gugatan sengketa ke MK sampai 900-an. Tahun 2019 ada 16 parpol, dapil juga luas itu sekitar 300 sengketa saja. Karena proses ini sudah sebagian kita selesaikan dengan kewenangan administratif yang diberikan kepada Bawaslu,” pungkasnya. D. Ramdani