Risiko di Balik Terhambatnya Program Vaksinasi HPV

69

 

Vaksinasi HPV untuk mencegah kanker serviks telah direncanakan untuk berkembang menjadi program nasional. Bukannya diresmikan menjadi program imunisasi nasional, program percontohan vaksinasi HPV tahun ini justru berada di ujung tanduk.

“Vaksinasi HPV anak sekolah harusnya dilakukan bulan November, tetapi hingga pertengahan Desember, belum juga ada tanda akan segera dilaksanakan,” ujar Prof. Andrijono, Sp.OG, pendiri Koalisi Indonesia Cegah Kanker Serviks (KICKS), melalui telepon. Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) ini menambahkan, “Sekitar 120.000 anak perempuan terancam tidak mendapat vaksinasi HPV lanjutan.”

Program vaksinasi HPV (Human Papilloma Virus) dimulai dengan program percontohan di Jakarta pada 2016. Selanjutnya program serupa mulai dilakukan di beberapa daerah lain, dan pada 2018 telah dilakukan pula di Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Kulon Progo), Surabaya, Makassar, dan Manado.

Menurut Ketua Umum CISC (Cancer Information and Support Group) dan juga anggota KICKS, Aryanthi Baramuli, program percontohan vaksinasi HPV berjalan lancar sejak 2016 dengan cakupan mencapai lebih dari 90%. “Baru kali ini terlambat karena ada masalah dalam hal ketersediaan vaksin HPV. Hingga saat ini, vaksinnya masih belum tersedia untuk program. Pemerintah harus lebih mementingkan masa depan putri bangsa dengan segera menyediakan vaksin HPV untuk siswi SD, supaya program bagus ini bisa segera dilanjutkan,” tuturnya, saat dihubungi terpisah.

Pergantian kabinet pemerintahan ditengarai turut berkontribusi dalam keterlambatan ini. Padahal, dasar hukum pengadaan vaksin HPV sudah ada, yakni Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 11/2018.

Vaksin HPV diindikasikan untuk perempuan dan laki-laki usia 9–45 tahun. Di usia 9–13 tahun, vaksin hanya diberikan dalam dua dosis; lebih sedikit ketimbang pada usia 14 tahun ke atas, yang diberikan dalam tiga dosis. Program vaksinasi HPV di Indonesia menyasar siswi kelas 5 SD/sederajat (dosis pertama), dan dosis kedua diberikan setahun kemudian, saat mereka duduk di kelas 6 SD/sederajat.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), vaksinasi HPV (2 dosis) untuk anak perempuan usia 9–13 tahun merupakan salah satu intervensi yang kategori intervensi “best buys” yang cost effective. Jarak antara vaksinasi HPV pada usia 9–13 tahun, yakni 6–12 bulan. “Jarak dosis vaksin kedua maksimal diberikan satu tahun setelah dosis pertama,” ujar Prof. Andrijono.

Belum bisa dipastikan apa dampaknya bila dosis kedua diberikan setelah lewat satu tahun dari dosis pertama. Prof. Andrijono mengungkapkan, dalam waktu dekat akan dilakukan kajian ilmiah terkait hal ini, serta upaya yang bisa dilakukan agar program vaksinasi HPV bisa kembali berjalan.

Tak bisa dipungkiri, ada kekhawatiran yang muncul bila dosis kedua terlambat diberikan. “Saya khawatir bila anak kelas 5 SD yang tahun lalu sudah mendapat suntikan dosis pertama, tetapi hingga saat ini belum mendapat dosis kedua, proteksi vaksin jadi kurang efektif,” ungkap Aryanthi.

Pembunuh Nomor Dua

Berdasarkan data Globocan 2018, sebanyak 2 perempuan meninggal setiap 1 jam karena kanker serviks di Indonesia. Vaksin HPV adalah pencegahan primer untuk kanker yang juga dikenal dengan nama kanker leher rahim, kanker pembunuh perempuan nomor dua di Indonesia. Vaksinasi HPV di usia dini tak hanya lebih ekonomis, tetapi juga memberi proteksi yang lebih baik karena antibodi yang terbentuk lebih optimal, dibandingkan dengan bila vaksin diberikan pada usia yang lebih dewasa.

Berbagai studi menemukan, program vaksinasi pada gadis remaja efektif menekan angka kanker serviks. “Bila program vaksinasi HPV terhambat sekarang, tujuan untuk proteksi terhadap kanker serviks bisa tidak tercapai. Di samping itu, anggaran negara yang sudah dikeluarkan tentu menjadi sia-sia,” ujarnya, sambil menyatakan efek domino bila akhirnya program vaksinasi HPV tidak dilanjutkan, angka kanker serviks di Tanah Air tidak turun dan pembiayaan JKN akan terus membengkak untuk mengobati kanker serviks.

Vaksin HPV yang digunakan dalam program dapat melindungi dari empat tipe HPV (tipe 6, 11, 16, dan 18). Vaksin ini terbukti aman dan efektif, serta telah mendapat sertifikat Halal dari IFANCA (Islamic Food and Nutrition Council of America). Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh IFANCA telah diakui oleh LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia).

Melanjutkan vaksinasi HPV hingga menjadi program nasional adalah cara paling jitu untuk menurunkan angka kanker serviks. “Semoga pemerintah segera melaksanakan program ini di bulan Desember, agar di kemudian hari kasus kanker serviks bisa turun, dan biaya BPJS Kesehatan juga lebih rendah,” kata Aryanthi lagi. (est)