Investasi Sektor Tersier Lebih Diminati Investor

152

ironline.id, Jakarta –  Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa fokus pembangunan pemerintah pada tahun 2019-2024 adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Hal tersebut sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Salah satu bentuk pembangunan sumber daya manusia yang direncanakan adalah revolusi dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu penunjukan mantan bos Gojek Nadiem Makarim merupakan salah satu kejutan yang menarik dalam kabinet Indonesia Maju.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini  mengatakan visi pemerintahan Presiden Jokowi di periode kedua ini adalah membangun sumberdaya manusia yang berkualitas. Ini adalah visi yang sangat serius dan tidak bisa hanya direspons dengan jargon-jargon kerja-kerja atau yang penting infrastruktur. Ia menilai peluang kerja informal transportasi online hanya menampung tenaga kerja informal, yang jumlahnya sangat besar di Indonesia. Kelompok ini tergolong setengah pengangguran, produktivitasnya rendah, kualitas pekerjaan juga rendah dan upah yang rendah pula. Pengojek selama puluhan tahun dengan kapasitas seperti itu akan tetap kualitasnya, tidak akan naik dan abadi menjadi pekerja informal yang rendah produktivitasnya.

“Transportasi online adalah berkah sebagai peluang kerja yang sangat besar, tetapi sebagai tempat penampungan tenaga kerja berkualitas rendah. Tenaga kerja tidak berkualitas seperti ini harus diubah menjadi tenaga kerja berkualitas. Jika tidak maka visi presiden jauh panggang dari api,” jelasnya di diskusi online INDEF bertema Menunggu  Gebrakan 100 Hari Kebijakan SDM dan Ketenagakerjaan, Minggu (10/11/2019).

Ia menambahkan kondisi kualitas sumberdaya manusia rendah, sekitar 40 persen hanya lulusan SD ke bawah. Kualitas yang rendah ini harus diselesaikan dua arah, pertama pendidikan dasar dan menengah terus dijalankan massal di daerah-daerah yang jauh, remote dan tidak terjangkau pendidikan. Kedua harus ada pelatihan yang serius di daerah-daerah dengan ujung tombak pemerintah daerah agar sumberdaya manusia lapisan bawah ini produktif.

“Kualitas tenaga kerja yang rendah juga terlihat dari tenaga kerja vokasi untuk siap kerja justru paling tinggi tingkat penganggurannya. Ini berarti ada yang salah dalam sistem pendidikan vokasi dan harus mendapat tempat untuk diselesaikan pada periode 5 tahun ke depan. Masalah vokasi ini sudah berlangsung puluhan tahun karena tidak menghasilkan tenaga trampil yang memadai dan harus ada terobosan kebijakan. Tanpa itu, maka visi baru SDM ini sama saja dengan sebelumnya,” paparnya.

Saat ini kemampuan investasi dalam menyerap tenaga kerja juga semakin rendah. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan telah terjadi pergeseran dari tahun 2013 direct investement masih dominan ke sektor- sektor sekunder/manufaktur, tetapi lima tahun kemudian pada 2018 banyak masuk ke sektor tersier (jasa). “Investasi banyak masuk, tapi dari investasi yang masuk belum berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena Indonesia tergolong negara yang masih boros modal. Untuk produksi satu unit barang di Indonesia diperlukan lebih banyak modal, dibanding barang yang sama diproduksi di negara lain. Terlihat juga dari incremental capital-output ratio (ICOR) kita yang masih tinggi,” ungkapnya.

Ia menilai investasi di sektor sekunder semakin ditinggalkan, karena sektor ini semakin tidak memberikan insentif bagi investor, justru sektor ini menyuguhkan banyak masalah seperti sulitnya akses lahan untuk investor, masalah ketenagakerjaan, biaya logistik, fiskal, regulasi daerah, dll

Di sisi lain, sektor perdagangan digital, fintech, transportasi online, dan platform digital lainnya semakin diserbu konsumen dan pertumbuhannya ± 2 kali  pertumbuhan ekonomi nasional. “Jelas investor tergiur untuk melakukan investasi ke sektor tersier ini. Namun sayangnya sektor ini lebih rendah terhadap penyerapan tenaga kerja. Jadi tumbuhnya sektor jasa di Indonesia bukan ditopang oleh industri yang kuat. Seharusnya kemajuan sektor jasa ditopang oleh industri yang kuat, dan industri yang kuat disokong oleh SDM berkualitas terutama yang tercatat sebagai formal worker,” pungkasnya.  (eka)