Reformasi Transportasi Umum di Daerah

18

sironline.id, Jakarta – Sejak 2004, Kementerian Perhubungan telah memulai langkah penataan transportasi umum melalui program bantuan sejumlah armada bus ke sejumlah daerah. Bantuan berupa armada bus besar dan bus sedang, disesuaikan dengan kondisi kapasitas jaringan jalan yang ada. Dimulai dengan masterplan atau rencana induk penataan transportasi umum di daerah yang akan diberikan bantuan armada itu.

Ada yang masih bertahan hingga sekarang dan berkembang, tetapi cukup banyak juga hanya beroperasi ala kadarnya. Terlebih jika mendapatkan kepala daerah berikutnya yang tidak memiliki kemauan dan komitmen politik memajukan transportasi umum, dipastikan program yang sudah dilakukan kepala daerah sebelumnya tidak dilanjutkan. Disamping itu, kelemahan selama ini tidak dilakukan pembinaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi oleh Ditjenhubdat.

Pada 6 Desember 2019 telah dilakukan Pendantanganan Nota Kesepahaman Perencanaan Pembangunan dan Pengoperasian Angkutan Umum Perkotaan antara Direktur Jenderal Perhubungan Darat dengan 5 Gubernur (Prov. Sumatera Utara, Prov. Sumatera Selatan, Prov. DI Yogyakarta, Prov. Jawa Tengah dan Prov. Bali) dan 5 Walikota.

Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat menilai hal ini merupakan langkah awal yang baik untuk melakukan reformasi transportasi umum di daerah. Skmea pembelian layanan atau buy the service akan diberikan pada lima kota sebagai percontohan. Kelima kota yang akan mendapat bantuan operasional hingga seluruh koridor yang dibutuhkan terpenuhi semua. Koridor yang diberikan melayani rute kawasan aglomerasi. Kelima kota itu adalah Medan (8 koridor), Palembang (9 koridor), Yogyakarta (3 koridor), Surakarta (5 koridor), dan Denpasar (5 koridor).

“Sebelumnya kelima kota itu sudah mengoperasikan transportasi umum berupa bantuan armada bus. Trans Mebidang di Medan, Trans Musi di Palembang, Trans Yogyakarta di Yogyakarta, Batik Solo Trans di Surakarta dan Trans Sarbagita di Denpasar. Cuma dalam perkembangannya tidak begitu berkembang dengan baik. Salah satu kekurangannya adalah tidak adanya pola subsidi memadai yang tepat,” jelas Djoko.

Program bantuan operasional transportasi umum ke dearah dengan skema pembelian layanan, sebenarnya hampir sama dengan yang diterapkan pada Trans Jakarta dan Trans Jateng. Bedanya, kalau Trans Jakarta dan Trans Jateng dibiayai APBD Provinsi masing-masing. Sedangkan program buy the service menggunakan APBN. Berbagi peran dengan daerah dalam hal menyediakan fasilitas utama, penunjang dan manajemen rekayasa lalu lintas.

Armada yang digunakan berlantai rendah (lowdeck) atau normal (normal deck). Tidak diperlukan halte tinggi, cukup dipasang rambu perhentian bus tepi jalan, jika pemda belum memiliki anggaran. Sistem pembayaran menggunakan kartu pintar (smartcard). Fasilitas transportasi umum harus memperhatikan kebutuhan sahabat disabilitas, lanjut usia (lansia), anak-anak dan wanita hamil.

Operator diupayakan yang sudah ada supaya tidak terjadi gejolak sosial, menggeser bukan menggusur. Program ini juga untuk memberikan jaminan kelangsungan bisnis operator transportasi umum di daerah yang sudah tahap mengkhawatirkan atau mati suri. Bahkan di Denpasar, dapat dikatakan sudah tidak ada lagi layanan angkutan umum reguler.Pemda Bodetabek juga dapat memperoleh program ini melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Berdasar pengalaman yang lalu, sejak awal harus ada pembinaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi secara rutin, agar tidak terulang kesalahan seperti sebelumnya.

“Reformasi transportasi umum tidak sekedar mengatasi kemacetan lalu lintas yang sudah melanda banyak kota di Indonesia. Namun diharapkan dapat menurunkan tingkat polusi udara, menekan angka kecelakaan lalu lintas, lebih menghemat penggunaan bahan bakar minyak, mengurangi gangguan kesehatan. Dan yang lebih penting dengan adanya layanan transportasi umum yang humanis dapat mengubah peradaban bertransportasi bangsa Indonesia,” tutup Djoko.