Vitiligo Tidak Menular!

423

 

Meskipun tidak menular dan berbahaya, penyakit kulit vitiligo yang mengakibatkan munculnya bercak putih yang tidak diharapkan pada kulit dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri selain bisa memicu stres berkepanjangan. Bila tidak ditangani dengan tepat, vitiligo yang dapat menyerang bagian kulit manapun di tubuh tersebut dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Vitiligo merupakan penyakit hilangnya warna kulit, lalu timbul bentuk bercak berwarna putih susu. Dalam kondisi normal, warna kulit, rambut, dan mata ditentukan oleh suatu pigmen yang disebut melanin. Pada penderita vitiligo, sel-sel yang membentuk melanin, yakni melanosit, berhenti berfungsi atau mati.

“Luas dan keparahan kehilangan warna kulit dari vitiligo tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi di bagian mana pun dari kulit tubuh, termasuk juga rambut dan selaput lendir misalnya bagian dalam mulut. Biasanya, perubahan warna pertama kali terlihat pada area yang terpapar sinar matahari, seperti tangan, kaki, lengan, wajah, dan bibir,” kata dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV, spesialis kulit dari Klinik Pramudia, kepada media di Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Penyebab pasti vitiligo masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi semakin banyak bukti menunjukkan bahwa berbagai mekanisme seperti, kelainan metabolik, stres oksidatif, respons autoimun, dan faktor genetik berkontribusi pada timbulnya vitiligo. “Meskipun tidak mengancam jiwa, tidak menular dan tidak ada gejala yang dirasakan oleh pasien, efek vitiligo dapat mengganggu secara kosmetik dan psikologis, seperti kurang percaya diri, citra tubuh yang buruk, stres, dan efek negatif lainnya,” katanya.

Dalam melakukan deteksi dini vitiligo, ungkapnya, dapat dicari tanda-tanda vitiligo seperti kehilangan warna kulit yang merata menjadi putih susu, uban pada rambut di kulit kepala, bulu mata, alis, atau janggut. Juga terdapat kehilangan warna pada bagian dalam mulut dan hidung (selaput lendir), kehilangan atau perubahan warna lapisan dalam bola mata (retina).

dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV

Ia juga mengungkapkan tentang beberapa mitos yang keliru mengenai vitiligo. Antara lain anggapan bahwa hanya orang berkulit gelap yang mendapatkan vitiligo, orang dengan vitiligo sering diiringi dengan cacat fisik dan mental lainnya, ataupun vitiligo berhubungan dengan penyakit kulit lain seperti kanker kulit, kusta, dan albinisme.

“Klasifikasi dan nomenklatur baru vitiligo diusulkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan, seperti Vitiligo Segmental (VS), yaitu vitiligo pada satu segmen/area di salah satu sisi tubuh dan Vitiligo Non-Segmental (VNS). VNS mencakup varian Vitiligo Fokal, yaitu satu atau beberapa area lokal; Vitiligo Generalisata, yaitu simetris lebih dari 50% luas permukaan kulit; Vitiligo Akrofasial yang terjadi di wajah dan di jari kaki dan jari tangan; serta Vitiligo Universalis, yakni simetris lebih dari 90% luas permukaan kulit,” paparnya.

Belum ada data pasti, tetapi prevalensi vitiligo berkisar 0,5% hingga 2% dari populasi di seluruh dunia. Kejadiannya sama antara pria dan wanita. Vitiligo dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi sering dialami sebelum usia 20 tahun. Keberhasilan pengobatan atau terapi vitiligo tergantung pada kerja sama antara pengalaman dokter dan kedisiplinan pasiennya.

“Meskipun dokter sudah memberikan kombinasi terapi terbaik, hasilnya tidak maksimal jika pasien tidak berobat teratur/tidak comply terhadap instruksi dokter. Kadang ada saja pasien yang menghilang di tengah proses pengobatan dan hal itu sangat disayangkan. Menjalani proses terapi vitiligo memang perlu kesabaran karena lamanya pengobatan tidak bisa ditentukan,” tutur dr. Anthony Handoko, Sp.KK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia.

Ia juga menekankan, penyakit vitiligo tidak dapat sembuh total. “Pada dasarnya hasil terapi vitiligo ini bukanlah cure. Pengobatan bisa dikatakan berhasil jika melanin dapat berfungsi kembali sebagai pigmen kulit gelap, serta mampu melindungi kulit dari sinar UV matahari yang berbahaya,” katanya. (est)