Pembangunan Kilang Baru  Wujud Ketahanan Energi

27

sironline.id, Jakarta – Energi sangat dibutuhkan dalam seluruh aspek pembangunan. Ketahanan energi wajib dibangun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Insfrastruktur Pertamina, Rifky Effendi Hardijanto mengatakan arahan Presiden Jokowi untuk membangun ketahanan energi nasional sudah sangat tepat. Karena, energi merupakan sektor vital yang mesti mendapatkan jaminan kepastian ketersediannya oleh pemerintah melalui kebijakan yang tepat.

Ia menilai ketahanan energi bisa diwujudkan dengan pembangunan kilang baru. Selain itu pemerintah perlu meningkatkan kapasitas kilang yang ada. “Untuk jangka panjang, sangat penting bagi Indonesia untuk membangun dan memiliki kilang sendiri, sebab kilang yang ada sudah tua dan merupakan peninggalan Belanda,” katanya di acara diskusi Ekonomi Indonesia Era Kabinet Indonesia Maju, di Jakarta (27/11).

Saat ini Indonesia mengalami kendala yaitu kurangnya kilang. Sebab pembangunan kilang belum berlanjut lagi setelah era 90-an. “Terakhir kita bangun kilang balongan kapasitas 125 ribu barel pada tahun 1990-an awal. Sampai sekarang belum ada lagi. Akibatnya, kita harus impor,” tuturnya.

Rifky menambahkan, stok BBM sebuah negara adalah harus bisa mencukupi kebutuhan selama 90 hari. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang bahkan memiliki stok BBM lebih dari 90 hari. “Sekarang Thailand dan Vietnam menuju ke sana,” ujarnya.

Untuk meningkatkan level stok BBM tersebut perlu meningkatkan kapasitas kilang minyak di dalam negeri. Hal itu dilakukan agar kita tidak perlu melakukan impor BBM lagi. “Persoalannya adalah kapasitas kilang di Indoneia hanya 1,1 juta barel per hari. Sementara kebutuhannya BBM kita lebih tinggi yaitu sekitar 1,6 juta barel per hari,” tambahnya.

Maka dari itu, Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan telah mendorong Pertamina untuk membangun kilang di dalam negeri. Pertamina juga telah memiliki program Refinery Development Master Plan (RDMP) untuk meningkatkan kapasitas kilang yang ada dari 1,1 juta barel per hari menjadi 2 juta barel per hari. “Namun demikian, meskipun sudah ada Perpres, ternyata progress  percepatan eksekusi lamban sekali,” terangnya.

Rifky mengatakan, selain meningkatkan kapasitas kilang minyak yang tersedia, salah satu langkah pendek yang bisa dilakukan yaitu dengan mengakuisisi kilang miliki negara lain di luar negeri. Misalnya, baru-baru ini kilang Shell di Malaysia berkapasitas 150.000 barel per hari diakuisisi oleh investor asal China. Kilang tersebut sebesar kilang di Balikpapan. Investor China berhasil membayar US$ 66,3 juta. “Itu sebuah solusi yang bisa dengan cepat kita lakukan,” ujarnya.

Menurutnya Indonesia harus dapat menarik investor dari sisi investasi migas. Rezim- rezim fiskal yang tidak sesuai harus disesuaikan, proses perijinan dipermudah dan Presiden bisa memilih siapa yang mengeksekusi program- programnya. Ia berharap, pengelolaan sektor energi di Indonesia terutama Pertamina ditangani oleh orang-orang yang tepat dan mampu mengambil terobosan penting.