Penerimaan  Pajak Berpotensi Tidak Akan Mencapai Target

46

sironline.id, Jakarta –Data Kementerian Keuangan pada Oktober 2019 mencatat realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp1.018,5 triliun atau 64,56 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun.

Realisasi penerimaan pajak masih kurang Rp559,06 triliun dari target APBN 2019. Kekurangan penerimaan terjadi karena penurunan harga komoditas di pasar internasional. Kekurangan juga disebabkan oleh jumlah restitusi atau pengembalian pembayaran pajak kepada wajib pajak yang tinggi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kantong penerimaan pajak masih belum terisi penuh jelang akhir tahun karena berbagai pos penerimaan tertekan pelemahan ekonomi global. Tekanan paling terasa dirasakan oleh pos penerimaan dari sektor industri yang bergantung pada harga komoditas di pasar internasional.

“Semua sektor mengalami tekanan, terutama pertambangan dan industri pengolahan, meski ada yang tumbuh cukup sehat, seperti jasa keuangan, transportasi, dan pergudangan,” ungkapnya, Senin (18/11).

Dari sektor industri tercatat realisasi penerimaan pajak dari pertambangan minus 22 persen pada Oktober 2019. Hal ini membuat realisasi penerimaan pajak dari sektor ini hanya mencapai Rp47,43 triliun atau 5 persen dari total penerimaan pajak sampai bulan lalu.

Realisasi penerimaan pajak industri pengolahan terkontraksi 3,5 persen, meski masih menjadi penyumbang utama terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan. Tercatat, realisasi penerimaan pajak dari sektor tersebut mencapai Rp277,44 triliun atau 29,3 persen dari total penerimaan.

Sementara penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estate turun 0,3 persen dengan total penerimaan Rp64,69 triliun. Penerimaan dari sektor ini hanya menyumbang sekitar 6,8 persen dari total penerimaan pajak.

Penerimaan pajak dari industri perdagangan masih tumbuh 2,5 persen menjadi Rp197,43 triliun dengan porsi ke kas negara mencapai 20,9 persen. Begitu pula dengan industri jasa keuangan dan asuransi yang masih tumbuh 7 persen menjadi Rp137,39 triliun. Penerimaan pajak dari industri transportasi dan pergudangan juga meningkat 17,9 persen menjadi Rp40,31 triliun.

Direktur Jenderal Kementerian Keuangan Suryo Utomo menambahkan seretnya penerimaan pajak juga terjadi karena penurunan harga minyak dan gas di pasar internasional. Ia juga mengakui hingga akhir tahun penerimaan pajak kembali tidak akan mencapai target seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi tahun ini tekanannya lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Menurutnya, penerimaan pajak tertekan terutama disebabkan oleh penerimaan migas yang mengalami kontraksi 9,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya mampu tumbuh 17%.