Moody’s Sebut Korporasi di Indonesia Rentan Terpapar Risiko Gagal Bayar Utang

26

sironline.id, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbau kepada berbagai perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan agar mencegah risiko gagal bayar yang tinggi sebab adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global.

Hal itu terkait laporan bertajuk Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen, lembaga pemeringkat utang internasional Moody’s Investor Service yang menyebut bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia rentan terpapar risiko gagal bayar utang. Hal ini tercermin dari pendapatan perusahaan Indonesia yang kian menurun bisa mengurangi kemampuan korporasi Indonesia dalam mencicil kembali utang-utangnya. Moody’s mengungkapkan Indonesia dan India merupakan dua dari 13 negara di Asia Pasifik yang memiliki risiko gagal bayar tertinggi. Moody’s mengingatkan profil utang korporasi Indonesia sangat buruk karena memiliki Interest Coverage Ratio (ICR) yang sangat kecil. Bahkan, sebanyak 40 persen utang korporasi di Indonesia memiliki skor ICR lebih kecil dari 2.

Moody’s menilai bahwa situasi perlambatan ekonomi yang melemah membuat risiko utang korporasi Indonesia di masa datang akan memburuk. Sebab, ketika ekonomi global melambat maka permintaan akan hasil ekspor Indonesia juga akan berkurang. Hal ini akan menekan permintaan komoditas Sumber Daya Alam (SDA), di mana sektor tersebut merupakan salah satu debitur terbesar kredit korporasi di Indonesia.

“Di Indonesia, pendapatan melemah bagi korporasi yang bergerak di sektor komoditas dan meningkatnya persediaan beberapa komoditas tertentu, seperti minyak kelapa sawit. Di saat yang bersamaan, kemampuan membayar kembali utang korporasi di Indonesia memiliki utang valas tidak diproteksi dengan lindung nilai. Saat ini, utang valas memiliki porsi 18 persen dari total utang korporasi Indonesia,” tulis laporan itu.

Moody’s telah menurunkan peringkat PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS)  menjadi B2 dari posisi B1. Pada saat yang sama, Moodys juga menurunkan peringkat entitas perseroan yakni SSMS Plantation Holdings Pte. Ltd., ke B2 dari B1. Entitas tersebut ialah penerbit notes sebesar US$300 juta. Moody’s menilai prospek atas notes tersebut berada di level negatif. Perusahaan pemeringkat Moody’s Investor Service mengkonfirmasi peringkat B2 untuk emiten properti PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN).

Maisam Hasnain, Asisten Wakil Presiden dan Analis Moody, mengatakan penurunan peringkat mencerminkan kinerja SSMS dalam pembayaran kredit akan lemah. “Penurunan peringkat karena kami melihat metrik kredit SSMS akan lebih lemah dari ekspektasi semula. Terutama karena didorong oleh lemahnya pendapatan di sektor hilir grup,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Senin (26/8/2019).

Moody’s juga menetapkan peringkat B2 untuk emiten properti PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN). Peringkat tersebut juga berlaku bagi anak usahanya APL Realty Holdings Pte. Ltd. yang telah menerbitkan senior notes sebesar US$300 juta dengan bunga 5,95% yang akan jatuh pada 2024. Moody’s memberikan peringkat outlook negatif kepada perseroan dari sebelumnya under review for downgrade.

“Peringkat B2 untuk Agung Podomoro Land mencerminkan bahwa perusahaan telah dapat mengatur refinancing secara signifikannya dalam 6 bulan ke belakang,” tulis Jacintha Poh Vice President dan Senior Credit Officer Moody dalam keterangan resmi, Selasa (1/10/2019).

Poh menambahkan outlook negatif yang diberikan kepada emiten berkode saham APLN itu merupakan refleksi Moodys terhadap likuiditas perseroan yang akan melemah selama 12-18 bulan ke depan. Pasalnya, perseroan akan dihadapkan pada risiko refinancing karena fasilitas pinjaman yang baru digalang akan jatuh tempo pada Maret 2021. (eka)