Angkatan Kerja 58,9% Lulusan SD dan SMP, Bonus atau Petaka Demografi?

65

Sironline.id, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menawarkan solusi untuk mewujdukan kesejahteraan Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945. Fahri menyebut ada sejumlah solusi yang dapat dilakukan pemerintah, antara lain berbagai alternatif kebijakan sektoral yang bisa ditata kembali dalam membangun kesejahteraan yang lebih nyata. Sejumlah solusi yang ditawarkan legislator yang terkenal vokal dan kontroversial ini tertuang dalam buku keduanya yang berjudul ‘Arah Baru Kebijakan Kesejahteraan Indonesia’.

“Saya berusaha mengurai kebijakan kesejahteraan yang sebagian uraian tersebut lebih banyak bersumber dari aktivitas harian sebagai anggota DPR RI. Di buku kedua ini, saya fokuskan kepada Sumber Daya Manusia, yang menjadi unsur penting mewujudkan kesejahteraan di Indonesia,” paparnya saat diskusi peluncuran buku kedua dari trilogi kesejahteraan Fahri Hamzah di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (10/09/2019).

Buku setebal 243 halaman ini menyajikan lima unsur utama untuk mewujudkan kesejahteraan Indonesia yang terangkum dalam lima bab, yakni Bab Demografis Indonesia, Kebijakan Ketenagakerjaan, Kebijakan Ketahanan Pangan, Kebijakan Kesehatan, dan Kebijakan Pendidikan. Buku ini merupakan seri trilogi dari buku pertamanya yang berjudul ‘Mengapa Indonesia Belum Sejahtera?’

“Di buku ini dijelaskan  kelemahan dalam implementasi kebijakan kesejahteraan yang memunculkan indikator yang tidak sesuai dengan  dengan realitas  dan kompleksitas masyarakat Indonesia,” tambahnya.

Politisi Partai Demokrat Dede Yusuf mengatakan jika mulai tahun 2020 hingga 2035 Indonesia akan menghadapi bonus demografi dimana 60% penduduk Indonesia berada dalam kondisi usia produktif. Sehingga jika dikelola dengan baik bisa membangun Indonesia.

“Inilah salah satu ide penulisan buku Pak Fahri dimana 10 tahun ke depan kita akan medapatkan lebih banyak orang yang bekerja mencari uang sehingga negara menjadi kuat,” jelasnya.

Namun sebelum Indonesia mencapai bonus demografi tersebut, saat ini banyak problem lifestyle yang menyebabkan penyakit stroke, jantung, kolesterol artinya ada masalah yang menyebabkan generasi muda belum jadi generasi yang sehat.

Berikutnya, apakah pendidikan kita saat ini mendukung bonus demografi ke depan?. Dari data yang ada 130 juta orang angkatan kerja itu 58,9 persen hanya lulusan SD dan SMP, lulusan sarjana hanya 8 persen, SMA/SMK 20-25 persen. Dengan demikian di era industry 4.0 tenaga kerja kita masih sangat sulit mengejar ketertinggalan.

“Saat in di era AFTA, persaingan kerja bukan hanya antar kota, melainkan sudah dengan masyarakat Internasional. Marilah kita meningkatkan kualitas diri guna mampu bersaing dan mencapai bonus demografi,” tambahnya.

Melanjutkkan Dede, mantan Menko Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia, Rizal Ramli mengatakan saat ini banyak usia produktif Indonesia yang belum mendapatkan pekerjaan alias menganggur. “Jangan sampai bonus demogfari ini menjadi petaka demografi,” tegasnya.

Menurutnya dua hal yang bisa menciptakan kesejahteraan rakyat. Keduanya adalah menyejahterakan para petani dan membuat sistem jaminan sosial nasional yang memudahkan rakyat. “Mohon maaf, sampai detik ini, presiden yang benar-benar senang dengan pertanian baru Pak Harto. Setelah itu nyaris tidak ada, cuma pidatonya aja,” tegasnya.

Rizal mengatakan jika ingin menciptakan kesejahteraan, maka kebahagiaan rakyat kecil harus lebih diutamakan. Bahkan kalau perlu, semua layanan birokrasi digratiskan untuk mereka. Fenomena selama ini, orang kaya justru diberikan banyak kemudahan.

Sementara itu, mantan Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno yang hadir pada diskusi tersebut mengatakan indikasi kesejahteraan rakyat Indonesia terdiri dari beberapa faktor. Salah satunya keberpihakan terhadap kebutuhan masyarakat kecil.

“Yang paling terpenting adalah gimana bangsa ini bisa fokus pada keberpihakan apa yang dibutuhkan pada masyarakat,” katanya.

Salah satu faktor penentu kesejahteraan adalah kebutuhan lapangan pekerjaan yang mampu membangun masyarakat adil dan makmur.

“Begitu mereka punya lapangan pekerjaan, pendapatan penghasilan, peluang untuk naik kelas seperti yang dikupas di buku Fahri bisa diperbaiki, dan akhirnya semakin banyak warga yang mampu pada level kesejahteraan,” ucapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan hal yang tak kalah penting adalah tentang ketahanan pangan. “Karena harga-harga bahan pokok khususnya pangan ini merupakan PR terbesar. Gimana agar tetap harga terjangkau untuk masyarakat kita,” tandas Sandi. (D. Ramdani)