EAiD Turunkan Kejadian Komplikasi pada Diabetesi

79

Diabetes adalah mother of disease karena potensial menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian. Saat ini jumlah penderita diabetes di Indonesia menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan. IDF Diabetes Atlas edisi ke-8 (2017) mengungkapkan bahwa jumlah penderita diabetes mencapai 10,3 juta dan karena itu Indonesia menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah penderita diabetes dewasa tertinggi di dunia. Angka total penderita diabetes diprediksi akan terus mengalami peningkatan dan mencapai 16,7 juta pada 2045. Padahal, diabetes menyebabkan mortalitas, morbiditas, dan beban pembiayaan.

Lebih dari 90% kasus diabetes di seluruh dunia merupakan diabetes tipe-2 yang disebabkan gaya hidup yang kurang sehat. Diabetes tipe-2 umumnya dapat ditangani dengan mengurangi berat badan dan mengadopsi gaya hidup sehat. Selain diabetes tipe-2, jumlah prevalensi diabetes melitus di Indonesia terus mengalami peningkatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan bahwa sejak 2013, prevalensi diabetes melitus naik sebesar 1,6% dari 6,9% menjadi 8,5%.

Prof. DR. Dr. Agung Pranoto, SpPD-KEMD

“Tingkat kesadaran masyarakat mengenai penyakit diabetes memang masih sangat rendah. Ironisnya, masih banyak mitos keliru yang beredar di tengah masyarakat. Di sisi lain, diabetes melitus merupakan penyakit kronis dan membutuhkan peran berbagai pihak, baik dokter, perawat, keluarga, bahkan pasien itu sendiri. Edukasi mengenai penyakit, tindakan preventif serta dampak komplikasi penyakit diabetes sangat penting bagi pasien dan keluarga dalam upaya penanggulangan penyakit diabetes melitus di Indonesia,” tutur Prof. Dr. dr. Agung Pranoto, SpPD-KEMD, Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia), dalam acara pencanangan program Early Action in Diabetes (EAiD), di Jakarta.

EAiD bermaksud untuk memberikan gambaran tentang manajemen diabetes dan perbaikan yang bisa dilakukan melalui empat pendekatan, yaitu pencegahan penyakit, deteksi dini, pengobatan dini, dan akses terhadap pengobatan yang diperlukan pasien.“Paling bagus adalah deteksi dini, paling akurat melalui tes HbA1C. Kami dari Perkeni kesulitan karena tes glukosa darah saja banyak yang menolak, apalagi HbA1C yang harus dari vena,” kata dr. Fatimah Eliana, SpPD, KEMD, bendahara PB Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).

Agar terhindar dari komplikasi akibat diabetes, mengendalikan glukosa darah sebaik mungkin, sangatlah dianjurkan. Jaga agar glukosa darah puasa 100-125 mg/dL, glukosa darah 2 jam setelah puasa 140-199 mg/dL, selain teratur minum obat, suntik insulin, dan rajin olahraga. (est)