Keterbatasan Akses Persulit Program Bayi Tabung

330

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2008, dari total populasi di Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa, perempuan usia reproduksi berjumlah 39,8 juta. Dari angka tersebut, 10-15% alias 4 juta orang mengalami gangguan kesuburan, sedangkan gangguan sperma dilaporkan berkisar 35%. Infertility affects men and women equally.

Program bayi tabung alias In Vitro Fertilization atau IVF merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kehamilan pada pasangan yang mengalami gangguan kesuburan dengan cara mempertemukan sperma dan sel telur di luar tubuh manusia. Setelah terjadi pembuahan, sejumlah 2-3 embrio akan ditanam kembali ke rahim si calon ibu. Teknik bayi tabung berbeda dengan konsep inseminasi, di mana proses pertemuan antara sperma dan sel telur tetap terjadi di dalam tubuh manusia.

Masalahnya, program bayi tabung seperti jauh di awang-awang, terutama bagi mereka yang berpenghasilan terbatas. Di sisi lain, walaupun pembangunan generasi sehat Indonesia melalui pembangunan layanan kesehatan reproduksi menunjukkan kemajuan, kenyataannya masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan terhadap layanan reproduksi dengan layanan aktual yang ada. Keterbatasan akses, kurangnya tenaga ahli, serta kebutuhan akan biaya yang tinggi merupakan beberapa permasalahan utama yang dihadapi Indonesia.

Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG(K), MPH

“Berdasarkan laporan IA-IVF tahun 2017, dari sejumlah 9.122 siklus bayi tabung yang dilakukan pada 2017 di Indonesia, sebanyak 2.467 siklus menghasilkan kehamilan. Persentasi kehamilan yang terbesar terdapat pada usia ibu < 35 tahun, yaitu sebesar 17,46%, disusul kehamilan pada usia 35-37 tahun (6,01%), usia 38-40 tahun (3,49%), 41-42 tahun (1,16%), dan yang paling rendah pada usia >42 tahun (1%),” kata Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG(K), MPH, Presiden Perhimpunan Fertilisasi in Vitro Indonesia (PERFITRI) sekaligus pendiri SMART-IVF.

Ditambahkan, SMART-IVF memiliki beberapa keunggulan yang diperlukan dalam klinik bayi tabung, seperti dokter ahli dengan kompetensi tinggi, tersedianya teknologi dan metode IVF terdepan, serta ketersediaan laboratorium penunjang seperti laboratorium embriologi dan jaringan kerja (network) yang luas. “Kita memang kalah bila dibandingkan dengan Singapura atau Malaysia karena mereka menerapkan medical tourism. Padahal, untuk bayi tabung, tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri karena Indonesia pun sudah punya klinik IVF yang mumpuni.”

Setelah menjalani program bayi tabung, calon ibu bisa tetap beraktivitas seperti biasa. Namun, seperti kehamilan umumnya, pada proses bayi tabung juga bisa terjadi keguguran, dengan tingkat keberhasilan berkisar 30-40 persen. Harga yang ditawarkan berkisar Rp 38 juta. (est)