Kursi Golkar di DPR Terus Menurun, Didesak Segera Munas

26
Barisan Pemuda Partai Golkar (BPPG) menggelar diskusi bertajuk Kupas Tuntas Persoalan Aturan dan Mekanisme Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 23 Agustus

Sironline.id, Jakarta – Pasca Partai Golongan Karya (Golkar) dinahkodai Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum (Ketum) sejak Desember 2017, sejumlah pengurus Partai Golkar menilai ada tata kelola di internal partai yang tidak dijalankan dengan baik oleh Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) saat ini. Karena itu, pengurus partai berlambang pohon beringin itu mendesak DPP segera menggelar Rapat Pleno dan mempercepat pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas).

Menurut Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Andi Nursyam Halid tata kelola organisasi sangat jelas tidak dijalankan dengan baik. Menurutnya, Airlangga dianggap tidak menjalankan partai sesuai AD/ART. Salah satu contohnya saat pencalegan pada Pileg April lalu, ada caleg asal daerah Sumatera tetapi dicalonkan di daerah Jawa, keputusan penetapan itu dinilai tidak dilakukan di dalam rapat pleno. “Karena itu, kami sangat menuntut terjadinya perubahan dan pergantian ketum di Partai Golkar,” ujar Andi dalam diskusi publik yang digelar Barisan Pemuda Partai Golkar (BPPG) dengan tema ‘Kupas Tuntas Persoalan Aturan dan Mekanisme Partai Golkar’ di The Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (23/08/2019).

Selain itu Ia mengatakan tidak ada pembicaraan soal bagaimana komposisi pimpinan MPR ataupun DPR yang ideal ke depannya.”Saling klaim, berdebat di luar dari mekanisme yang ditetapkan. Jadi partai Golkar hanya sekelompok saja yang mengambil keputusan. Sedangkan kita (banyak) yang punya Kartu Tanda Anggota dan berhak menyuarakan pendapat. Jadi penyerapan aspirasi dari arus bawah itu tidak terjadi di partai ini,” katanya.

Koordinator Front Gaas Go (Front gerakan aktifis AMPI senior Golkar) Abdi Sahido menyorot persoalan Partai Golkar selama ini terus mengalami penurunan dan kemunduran perolehan suara. “Padahal ditargetkan pemilu 2019 seharusnya memperoleh suara 110 kursi ternyata anjlok menjadi 85 suara kursi DPR RI senayan. Faktor inilah yang menjadi alasan utama mengapa DPP Partai Golkar harus mengelar rapat pleno pimpinan karena forum ini ditingkat pimpinan ini memiliki kewenangan membahas persoalan strategis partai,” tukas Abdi Sahido.

Ia mempertanyakan kenapa pelaksanaan pleno Partai Golkar ini berlarut larut padahal di DPP Partai Golkar ini ada pengurus inti sebut aja ada Bambang Susatyo Ketua DPR RI, ada Ridwan Hisyam wakil ketua Komisi VII DPR RI, ada Zainudin Amali Ketua Komisi II DPR RI. Melalui mekanisme organisasi yang tertib Partai Golkar akan menghasilkan para pimpinan yang berprestasi dan mampu merangkul berbagai kalangan terutama kalangan muda milineal.

Sementara itu, politisi senior Partai Golkar Darul Siska menegaskan dalam aturan internal partai seharusnya rapat pleno paling tidak dilakukan tiap 2 bulan sekali, tetapi hingga saat ini tak kunjung dilakukan. Terakhir rapat pleno di era kepemimpinan Airlangga digelar pada Agustus 2018 lalu. “Yang saya ingat selama 2019 belum pernah. Padahal itu kewajiban partai, kewajiban pengurus,” tegasnya.

Menurutnya, rapat pleno nantinya bisa membicarakan banyak hal, tak terkecuali persiapan Munas, tetapi yang lebih utama menurutnya terkait persiapan pilkada. Airlangga dinilai melakukan pelanggaran internal karena belum menggelar rapimnas dan munas. Padahal, sudah ada pihak yang menyurati DPP Golkar untuk mendesak agar dilaksanakannya rapat pleno, namun tak direspons pengurus DPP dan Airlangga. “Kan pengurus sudah bikin surat dua kali, pengurus pleno, dewan pembina sudah bikin surat mengingatkan agar segera dilaksanakan rapat pleno. (surat) Ke Ketum, jadi ibaratnya begitu sekarang, ‘punya mata tak melihat, punya telinga tak mendengar, punya hati tak merasa’,” tambah pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Korbid Kepartaian DPP Partai Golkar itu.

Tak salah kiranya Darul meminta rapat pleno diajukan dari rencana awal di bulan Desember 2019. “Tuntutan pleno itu bukan dalam rangka mengganti Airlangga, bukan itu yang substansi. Lebih substansi itu adalah mempersiapkan Pilkada tahun depan agar Golkar lebih siap dari sekarang. Agar orang mau naik kendaraan Golkar. Kalau nggak kan, Golkar nggak menarik untuk orang, ah ngapain sih dicalonkan oleh Golkar, mesinnya nggak bergerak,” kata Darul.

Sebelumnya, ratusan massa Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) mendatangi kantor DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat, Kamis (22/8). Mereka menuntut DPP Partai Golkar segera menggelar rapat pleno. Namun, berdasarkan informasi atas perintah Sekjen Partai Golkar, mereka tidak diperkenankan masuk.

Makmur Amir, pengamat hukum UI yang hadir di acara tersebut mengungkapkan bahwa berkembangnya negara tergantung parpol. Menurutnya, negara melindungi rakyat untuk berorganisasi. Hal tersebut dilindungi oleh konstitusi, sehingga masyarakat perlu untuk berorganisasi sebagai bekal ke depan memimpin negara. Sebagai partai dengan organisasi dengan kader sebagai tulang punggungnya, sudah sewajarnya melakukan konsolidasi sesuai aturan organisasi. “Tulang punggung Partai Golkar adalah kader. Dalam roda organisasi, rapat (harian, pleno) dijadikan mekanisme untuk membahas hal-hal yang prinsip dan jalannya organisasi ke depan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Makmur menyatakan demokrasi membuka ruang untuk perubahan. Dalam demokrasi, pimpinan boleh diganti. Apalagi kalau ada yang tidak sejalan dengan pimpinan kemudian diganti Ketua pelaksansa tugas (Plt). Menurutnya tentang dukung-mendukung calon menjelang Munas Golkar adalah hal biasa. Makmur mengungkapkan bahwa pernyataan dukungan organisasi sah-sah saja, tetapi kemudian bila berbeda dengan pribadi itu hak asasi. (D. Ramdani)