Jokowi Diminta Pilih Menteri yang Memiliki Kapasitas, Integritas dan Loyalitas

35
Diskusi publik bertajuk "Pengisian Jabatan Politik Pasca Pemilu: Membedah Problem Konsesi Partai, Sistem Presidensial, dan Moralitas Publik" di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (15/08/2019) dok Twitter ICW

Sironline.id, Jakarta – Pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan mengambil menteri usia muda dengan komposisi 45% dari partai dan 55% dari kalangan professional mendapat sambutan baik. Selain itu, Jokowi juga menegaskan bahwa Jaksa Agung mendatang tidak berasal dari representasi partai politik.

Jokowi mengatakan, dalam sejarahnya Jaksa Agung bisa juga dari luar Kejaksaan Agung. Meski begitu, ia belum memastikan apakah ini berarti Jaksa Agung akan diisi dari internal Korps Adhyaksa.

Menyambut pernyataan Jokowi, pengamat politik Centre for Strategic of International Studies (CSIS) J Kristiadi menyebut kemudaan harus diikuti syarat-syarat lain yang tak kalah penting.

“Saya tentu melihat milenial banyak lebih pintar dari saya. Tapi ukuran harus komplit.  Milenial tahu manajerial, milenial tahu fungsinya, apa kerjaan dia, apa pengetahuannya,” paparnya.

Ia juga menilai menteri muda harus memiliki kompetensi moral dan memiliki sikap dewasa. “Terpenuhi enggak persyaratan pokok itu dulu? Kalau asal milenial saya enggak setuju juga” ucapnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Korupsi dan Politik ICW Donal Fariz meminta Presiden Jokowi memilih menteri yang mumpuni dengan tiga indikator dasar untuk memilih calon menteri dalam kabinet periode 2019-2024.

“Pertama, kapasitas. Menteri dan pimpinan lembaga negara yang dipilih harus memiliki kapasitas yang mumpuni untuk menjalankan fungsi teknokratis. Kedua, soal integritas. Donal mengingatkan Jokowi untuk mengecek latar belakang calon menterinya. Menurutnya, jangan sampai ada calon yang memiliki rekam jejak buruk atau pernah tersangkut kasus hukum. Ketiga, loyalitas. Ini penting untuk memastikan kabinet akan bekerja secara penuh dalam lima tahun ke depan, namun loyalitas ini bukan pada partai tapi pada Presiden. Bisa jadi nanti ada menteri melakukan manuver politik menjelang 2024,” paparnya dalam diskusi bertajuk “Pengisian Jabatan Politik Pasca Pemilu: Membedah Problem Konsesi Partai, Sistem Presidensial, dan Moralitas Publik” di Kantor ICW, Jakarta Selatan, pekan lalu.

Sementarai itu menyambung pernyataan Jokowi memilih Jaksa Agung tidak berasal dari partai politik, Donal juga meminta Presiden menunjuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang tidak memiliki latar belakang politik atau non-parpol.

Seperti diketahui, saat ini, Menkopolhukam dijabat Wiranto yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura. Sementara itu, Menkumham dijabat Yasona Laoly yang merupakan Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan PDI Perjuangan.

“Berangkat dari sikap Pak Jokowi yang akan memilih Jaksa Agung non-parpol, maka ICW berharap ada konsistensi untuk menunjuk juga menteri Menkopolhukam dan Menkumham yang non-parpol,” tegasnya.

Menurutnya, kedua sektor menteri tersebut rawan disusupi kepentingan politik. Sebab, lima tahun belakangan ini penegakan hukum masih bias karena adanya intervensi politik.

“Kalau Jaksa Agung sudah non-parpol, maka di Menkopolhukam dan Menkumham juga jangan dari parpol juga di bidang penegakkan hukum dan politik,” tegasnya.

ICW memegang janji Jokowi bahwa beliau tidak lagi tersandera kepentingan politik, harusnya Jokowi lebih lega dan leluasa membentuk kepentingannya karena ia sudah membayar utang politiknya selama lima tahun pertama kepemimpinannya. (D. Ramdani)