Bernostalgia di Cafe Batavia

1334

sironline.id, Jakarta – Taman Fatahillah atau yang biasa dikenal dengan Kota Tua merupakan cikal bakal dari rantai pemerintahan Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia.  Tempat ini, tentu saja menyimpan banyak cerita di balik anggunnya bangunan tua yang menjadi cagar budaya peninggalan masa lalu era kolonial Belanda.

Taman Fatahillah yang sebelumnya bernama Stadhuisplein adalah sebuah lapangan yang berada di kawasan pusat Kota Tua Jakarta. Di tempat ini, beberapa bangunan tua seperti bekas kantor Balai Kota Jakarta (sekarang Museum Fatahillah), Museum Wayang, Kantor Pos Kota, dan bekas gedung Pengadilan Tinggi Batavia (sekarang Museum Seni Rupa dan Keramik) berdiri.

Selain banyaknya museum yang terdapat di area ini, yang sangat menarik perhatian adalah sebuah restoran yang berdiri berhadapan langsung dengan Museum Sejarah Jakarta. Yakni Café Batavia, café yang sudah eksis sejak tahun 1991 ini berdiri di atas bangunan bersejarah yang ketika didirikan pada 1850, bangunan tersebut digunakan sebagai kantor administrasi VOC.

Pada tahun 1990, bangunan ini dibeli oleh Paul Hassan, seorang berkebangsaan Perancis untuk digunakan sebagai galeri seni. Setahun kemudian bangunan ini dibeli oleh Graham James, seorang berkebangsaan Australia untuk dialihfungsikan sebagai kafe dengan nama Cafe Batavia. Café ini resmi  beroperasi untuk publik pada tahun 1993 dan Pada tahun 1996 mendapat penghargaan ‘The World’s Best Bar’ by Newsweek International Magazine New York.

Café Batavia memiliki suasana yang unik. Suasana tersebut akan membuat pengunjung seolah kembali ke masa lalu, dimana nuansa interior vintage classic dengan beberapa potrait pemimpin VOC masih terpampang di sudut-sudut temboknya.

Café yang ramai pada jam makan malam ini, terdiri dari dua lantai dengan nuansa yang berbeda disetiap lantainya. Lantai satu Café Batavia merupakan lounge yang dilengkapi dengan bar serta panggung live music yang hadir di hari Selasa sampai Sabtu, dengan memainkan berbagai genre musik seperti jazz, pop, dan beberapa musik latin.

Sementara di lantai 2 bangunan ini, terdapat bar yang biasa disebut Winston Churchill bar. Café Batavia juga mempunyai The Grand Salon yang menjadi tempat utama, dimana tempat tersebut berfungsi sebagai area main course yang dapat menampung sekitar 150 pengunjung. The Grand Salon juga sering digunakan untuk acara khusus seperti pernikahan, atau sebagai ruang pertemuan.

Melalui jendela yang besar, para tamu dapat melihat-lihat Alun-alun Fatahillah dan Museum Wayang yang dipenuhi oleh pengunjung, pedagang kaki lima yang menjual minuman hingga kartu pos, serta wisatawan yang berkeliling menggunakan sepeda onthel. “Restoran ini memiliki konsep yang sangat bagus, memadukan antara gaya yang berkelas dan elegan. Makanannya enak dan suasananya sangat eksotis,” ungkap Tina, salah seorang pengunjung.

Café Batavia menyediakan berbagai jenis makanan ala barat dan chinese, serta beragam pilihan wine Australia terbaik. “Untuk menu makanan lain mungkin bisa didapatkan di restoran lain yang terdapat di Jakarta, namun kebanyakan tamu yang datang ke Café Batavia mereka datang untuk mendapatkan nuansa yang berbeda yang tidak mereka bisa dapati di restoran lain,” sambung Tina.

Di sini, pengunjung akan diajak bernostalgia dengan suasana tempo dulu. Alunan musik serta koleksi foto dari tokoh tokoh era kolonial dan lukisan para staff hingga pemimpin tertinggi  VOC saat itu, semakin membuat nuansa masa lampau lebih terasa. MAA