Time is Muscle dalam Penanganan Serangan Jantung

582

 

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) setiap tahun ada sebanyak 17,5 juta kematian akibat penyakit jantung. Bila dibagi 365 hari, berarti hampir 50 ribu orang per hari yang meninggal gara-gara kardiovaskular. Per dua detik, satu orang meninggal. Dari angka itu ¾ terjadi di negara berkembang akibat faktor delay alias lambatnya penanganan.

Di Indonesia, Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan sebesar 1,5% atau 15 dari 1.000 penduduk menderita penyakit jantung koroner (PJK). PJK adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh terjadinya penyempitan dan hambatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Bila penyempitan ini menjadi parah dapat menimbulkan serangan jantung. Sindrom koroner akut atau serangan jantung merupakan satu manifest klinis PJK yang bersifat akut atau muncul mendadak dan menjadi faktor penyebab utama kematian.

Dipaparkan dr. Hengkie F. Lasanudin, Sp.JP(K), FIHA, ahli jantung dari RS Pusat Pertamina, Jakarta, kejadian serangan jantung harus segera ditangani untuk menyelamatkan nyawa penderitanya. Jantung merupakan benda hidup yang butuh pasokan suplai makanan, dalam hal ini oksigen, yang diedarkan lewat pembuluh darah. Kalau pembuluh darah tersebut tersumbat, makanan tidak sampai ke jantung, yang kemudian memicu kematian. Semakin cepat sumbatan koroner diatasi, akan semakin banyak sel miokard yang bisa diselamatkan sehingga daya pompa jantung dapat dipertahankan.

dr. Hengkie F. Lasanudin, Sp.JP(K), FIHA

“Dalam penanganan penyakit jantung, time is muscle. Maksudnya, semakin cepat pasien ditangani dokter, semakin besar kemungkinan untuk sembuh. Dalam empat jam pertama setelah serangan, otot yang rusak mencapai 80%. Setelah lewat enam jam, biasanya otot yang masih sehat tinggal sedikit sehingga dokter seperti berpacu dengan waktu. Karena itu pasien harus dibawa ke layanan kesehatan terdekat, minimal yang memiliki peralatan EKG,” katanya dalam peluncuran #24jamsiaga: Layanan Kegawatdarutan Jantung RSPP, kepada media di Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Ditekankan, semua orang dengan faktor risiko penyakit jantung harus waspada dengan kondisinya. Ada empat penyebab faktor risiko, yakni penyandang diabetes, menderita hipertensi, kadar kolesterol tinggi, dan merokok. Hanya 10% karena genetik. Kebanyakan laki-laki, perempuan yang belum menopause jarang mendapat serangan jantung karena dilindungi oleh hormon estrogen.

“Khusus penderita diabetes, karena ambang rasa sakitnya sudah berbeda, biasanya hanya merasa sesak napas biasa. Jangan tunda, segera ke dokter, jangan tunggu sampai kondisinya syok,” katanya.

Lalu, kapan kita bisa mencurigai seseorang mendapat serangan jantung?

“Ciri utama merasa nyeri dada letaknya di dada, di bagian kiri atau tengah. Nyeri menjalar hingga ke punggung, lengan, bahu di sisi atas badan. Dalam beberapa kasus, mirip nyeri lambung sehingga harus ditanggapi dengan cukup hati-hati. Kualitas nyeri sangat berat, seperti ditekan atau dihimpit beban berat. Gejala tambahan berupa napas lebih berat, debar-debar, keringat dingin, mual, atau muntah,” jawabnya.

Karena itu, bila ada anggota keluarga mengeluh sakit dada, segera hubungi layanan kesehatan terdekat. (Est)